Melakukan Kehendak Allah

Published by Yoel M. Indrasmoro on

”Ia kerasukan Beelzebul” (Mrk. 3:22). Demikianlah tuduhan para ahli Taurat yang datang dari Yerusalem. Mereka menganggap Yesus kerasukan Setan. Bahkan mereka, dengan wewenang yang dimiliki, menyatakan bahwa Yesus sudah tidak waras lagi. Pernyataan-pernyataan itulah yang sampai ke telinga keluarga besar Yesus.

Bisa jadi, keluarga Yesus bingung dengan sepak terjang Yesus. Sebagai guru, Yesus memang berbeda dari kebanyakan guru. Bahkan, Yesus sering mengkritik keras tingkah laku guru-guru Yahudi. Namun, mungkin juga mereka sedih karena mendengar kesimpulan bahwa Yesus tidak waras lagi. Bahkan menjadi antek Setan.

Kenyataan itulah yang membuat mereka menyuruh Yesus pulang. Mereka, mungkin karena malu, ingin ”menyelamatkan” Yesus, mungkin juga ingin memperingatkan Yesus. Pada titik ini, keluarga besar  agaknya telah termakan gosip. Dan yang namanya gosip, makin digosok makin sip.

Sehingga perkataan Yesus selanjutnya menjadi sungguh relevan: ”Siapa saja yang melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki, saudara-Ku perempuan, dan ibu-Ku” (Mrk 3:35). Bagi Yesus yang utama dalam hidup manusia ialah melakukan kehendak Allah.

Manusia tentu perlu memperhatikan apa kata orang, tetapi yang utama ialah memperhatikan dan melakukan kehendak Tuhan. Setiap orang adalah abdullah—hamba Allah. Mana ada hamba yang tidak menuruti tuannya? Yesus menegaskan, melakukan kehendak Allah merupakan hal penting bagi manusia.

Caranya? Memohon Allah untuk terus memperbarui manusia batiniah kita dari hari ke hari (lih. 2Kor. 4:16). Memperbarui diri dari hari ke hari itu seperti penyeteman gitar. Kalau mau main gitar, kita harus menyetem gitar itu agar nadanya setala (tidak sumbang).

Kita pun perlu menyetem diri kita, agar nada kita selaras dengan nada Allah. Hanya dengan begitulah, kita bisa terus nyambung dengan Allah. Sehingga kita sungguh-sungguh tahu dan hidup dalam kehendak-Nya.

Yoel M. Indrasmoro

Foto: Istimewa