Membangun Jembatan Kabar Baik

Ketika saya mendengar ada kegiatan PROGSIF (Program Pelatihan Pertanian Intensif) di STT SAPPI, saya menyempatkan diri untuk datang ke kampus tercinta yang terletak di pinggir Danau Cirata. Saya berkesempatan untuk ikut ibadah pagi di gedung aula yang baru, bertemu dengan rekan dosen dan murid yang sudah jadi staf di sana.
Malam hari sebelumnya saya menginap di asrama kampus dan berdiskusi dengan dosen muda, alumni SAPPI yang kini mengampu mata kuliah dan praktik pertanian. Ada sedikit kebanggaan namun juga evaluasi diri, apa kontribusi saya di tengah pekerjaan besar di kampus ini.
Dalam sesi pagi program PROGSIF pada hari tersebut, saya berkesempatan menyapa para hamba Tuhan dari luar daerah dan sebagian peserta dari STT lain yang mengikuti kegiatan ini selama lebih dari dua minggu. Tangan Terbuka Media berkesempatan berbagi buku dan memperkenalkan pelayanan literasi Kristen secara singkat.

Melalui persahabatan dengan para alumni SAPPI yang sudah menjadi pelayan jemaat di Kalimantan, pada tahun ini Tangan Terbuka Media sudah membagikan sejumlah 262 paket bingkisan Paskah untuk para hamba Tuhan di Kabupaten Tenggarong, Kabupaten Panajam Paser Utara, dan Kutai Barat.
Hal yang saya temukan dari alumni SAPPI adalah beragam karya layan yang terbentuk dari pembelajaran di kampus STT SAPPI. Sebuah kampus yang unik karena memadukan studi Alkitab dan pembekalan pertanian dalam hal pelayanan pedesaan. Kisah-kisah gumul-juang di ladang pelayanan telah memperkaya pekerjaan Tuhan di berbagai daerah.
Saya juga berkesempatan untuk mendengar kabar dari ladang pelayanan, yang tidak saja menggambarkan tantangan pelayanan jemaat, namun juga menjadi bukti penyertaan Tuhan. Berkabar dan berbagi menjadi sarana untuk terus terhubung, saling mendukung dan peduli.
Bahkan, tidak pernah terbayangkan sebelumnya, kisah kesaksian pelayanan ini menjadi bukti bagaimana Tuhan membentuk alumni hingga akhirnya berbuah. Bagi saya, ini juga pencapaian dari kampus yang telah membentuk para alumni dalam karya layan yang sesungguhnya.

Alumni Hari Sunarbowo misalnya, selain menjadi gembala jemaat juga menjadi guru agama di Sekolah Google di Tenggarong. Dia berkabar, ”Wah, saya gaptek, Pak, lihat anak-anak zaman sekarang, mereka sekolah hanya dengan membuka laptop.” Sebuah budaya belajar baru, dan perlu kesabaran mendidik generasi masa depan. ”Kami perlu Alkitab terbaru untuk 15 siswa di sini, Pak,” lanjutnya spontan.
Saya sangat setuju, walaupun mereka dapat mengakses Alkitab di laptop, tetapi Alkitab fisik tetap menjadi kebutuhan yang seharusnya dimiliki para siswa. Pak Bowo juga menyampaikan bahwa para muridnya mengadakan program untuk membaca kitab-kitab dengan terencana. Mereka sudah selesai membaca Amsal dan akan berlanjut dengan Mazmur. Saya sangat bersyukur dan tergerak untuk mendukung pekerjaan-pekerjaan Tuhan tersebut.
Buku yang kami terbitkan dan bagikan kini tak sekadar bingkisan atau hadiah, namun juga sarana berkomunikasi yang bisa dikelola lebih kreatif lagi. Sebuah komunitas yang mewadahi alumni STT SAPPI dapat berperan sebagai jembatan kerja sama dan komunikasi. Pelayanan Kristen yang holistik melalui jemaat di pedalaman dan gumul-juang para pelayan menjadi harapan bersama untuk merealisasikan bersama pelayanan yang lebih baik dan berdampak bagi banyak orang.
Kris Hidayat | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media
Foto: Istimewa
n.b.: Dukung pelayanan digital kami via BCA-3423568450-Tangan Terbuka Media Anda!