Memimpin Dengan Hati

Published by Sri Yuliana on

Hari Minggu lalu saya memperoleh pengalaman menarik di gereja. Saat itu pendeta berkhotbah tentang pemilihan/pengurapan Daud sebagai Raja Israel menggantikan Saul (lih. 1Sam. 16]. Kita, pada umumnya, sudah hafal tentang narasi tersebut. Daud yang masih remaja justru yang dipilih. Dilukiskan dalam ayat dua belas betapa Daud pipinya kemerah-merahan, matanya indah, dan tampan kelihatannya. Dalam benak kebanyakan orang ”zaman now”, Daud sepertinya lebih mirip seorang bintang ”drama Korea” daripada figur seorang raja bak Prince Willams, calon raja penerus takhta United Kingdom of England, Scotland, Wales and Northern Ireland dalam seragam militer dengan segala atribut kebesarannya. Demikian juga jika Daud dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang sudah lebih dewasa dan matang. Akan tetapi, kita juga tahu alasan Tuhan memilih Daud. Ya, karena ”Tuhan melihat hati, bukan melihat apa yang di depan mata” (lih. 1Sam. 16: 7).

Yang menarik, dalam ibadah hari itu, Pendeta tidak banyak berbicara melainkan memperagakan sebuah permainan simulasi. Pendeta meminta delapan orang untuk bersama-sama memegang tali dan membentuk sebuah lingkaran. Kemudian pendeta meminta peserta untuk melepaskan tali dan meletakkannya di lantai sambil mengingat posisinya. Kemudian peserta diminta mundur tiga langkah. Lalu para penatua menolong menutup mata para peserta dengan kain. Kemudian Pendeta memberikan instruksi, ”Sekarang, maju ke depan, ambil dan pegang tali, dan bentuklah formasi bujur sangkar.” Dan kejutan pun terjadi….

Banyak dari antara kita akan menduga bahwa peserta akan gagal membentuk formasi bujur sangkar dan membentuk formasi tidak beraturan. Namun, ternyata mereka berhasil membentuk formasi yang mendekati bentuk bujur sangkar. Ajaib, bukan?

Mengapa ini bisa terjadi? Inilah kekuatan hati. Ketika mata tertutup dan kita harus menyelesaikan tugas, maka yang terjadi adalah fokus. Kita mencoba menyelesaikan tugas dengan baik dengan semua itikad atau niat baik, dan hasilnya akan baik. Ternyata itulah maksud Tuhan ketika Ia memilih orang yang memiliki ”hati”.

Melalui permainan simulasi tersebut, Pendeta berhasil menyampaikan sebuah pesan, ”Panca indra bisa mengganggu atau membuat kita teralihkan dari fokus dan tujuan kita ketika kita membuat keputusan. Apakah itu pengaruh pendapat orang lain, polesan-polesan kata-kata, penampilan fisik, tekanan kelompok masyarakat tertentu, atau yang lain. Akan tetapi, ketika kita memejamkan mata dan berkonsentrasi dengan hati, maka kita mampu membuat keputusan yang benar, baik bagi diri sendiri, orang lain, maupun bagi Tuhan.

Sri Yuliana | Tangan Terbuka Media

Foto: Unspash/Chang Duong

Categories: Tala