Menjadi Terang

Published by Admin on

Sebuah lagu pujian bertajuk ”Aku Anak Terang” yang dinyanyikan oleh anak-anak Sekolah Minggu di  mimbar gereja dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional pada akhir bulan Juli lalu, mengingatkan tidak hanya anak-anak yang membawakan lagu tersebut, namun juga seluruh jemaat yang hadir bahwa identitas Kristen adalah menjadi terang, kapan pun dan di mana pun kita berada. Demikian lirik lagunya:  

Aku anak terang, tugasku memberi terang
Aku anak terang, Yesus yang s’lamatkanku
Aku anak terang, aku tak mau berdusta
Aku anak terang, taat yang Tuhan pinta

Refrein:
Terang di rumah, terang di sekolah,
terang di gereja, ke mana pun ku pergi.
Terang di rumah, terang di sekolah,
terang di gereja, ke mana pun ku pergi.

Pola asuh yang baik di dalam keluarga sangat menolong anak-anak dalam menghadapi kehidupan yang semakin hari semakin tidak menentu. Ketika mereka berhasil meraih prestasi, mereka tidak lekas tinggi hati dan tetap menyadari bahwa itu semua karena anugerah dan kebaikan Tuhan. Namun, ketika mereka menghadapi segala sesuatu yang tidak sesuai dengan yang diharapkan, mereka tetap kuat dan terus mengandalkan pertolongan Tuhan. Pun dalam menghadapi ”keras”nya kehidupan. Misalnya, posisi minoritas yang memungkinkan anak-anak mengalami diskriminasi atau bahkan perundungan. Namun, sikap terbuka dan dukungan dalam keluarga memungkinkan mereka berperan sebagai anak terang dan berhasil dalam melewati kesulitan itu.

Lawan kata terang adalah gelap. Di dalam kegelapan kita tidak dapat melihat segala sesuatu dengan jelas. Bukankah di sekitar kita sesungguhnya ada banyak orang hidup di dalam kegelapan? Entah mereka sengaja menyukai yang gelap atau mereka selama ini tidak melihat terang sehingga hidup di dalam kegelapan dianggap sesuatu yang biasa.

Tidak semua orang yang hidup di dunia menghayati kasih Allah, artinya ada banyak orang yang hidup jauh dari kebenaran Allah. Orang-orang yang tidak memiliki etika dan moral yang baik, tidak menghargai orang lain, manipulatif, kasar, jahat, suka mengadu domba dan sifat-sifat tak terpuji lainnya. Tak sedikit yang merasa jengkel karenanya dan bertanya, ”Tuhan, kapan kejahatan sirna?” Dalam Mazmur 37:1-2 tertulis: ”Jangan geram terhadap orang jahat, jangan iri hati kepada orang yang berbuat curang; sebab mereka segera lisut seperti rumput dan layu seperti tumbuh-tumbuhan hijau.”

Ada rasa tidak sabar, namun kita lupa bahwa waktu Tuhan berbeda dengan waktu manusia. Manusia mengukur waktu sesuai umurnya yang pendek, tetapi Allah mengukur dengan keabadian. Manusia ingin cepat melihat penyelesaian, tetapi Tuhan sabar menunggu hingga akhir zaman. Manusia ingin segera melakukan perhitungan, sedangkan Tuhan menunda sesuai otoritas-Nya.

Ada banyak pertanyaan dalam kehidupan, namun dengan menyadari kehadiran Tuhan, senantiasa bersekutu dengan Tuhan dan menaati firman-Nya kita menemukan jawaban. Sebab, ”Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku” (Mzm. 119:105).

Mengapa orang berbuat jahat? Bisa jadi mereka tidak melihat terang Tuhan itu. Seperti lagu yang dinyanyikan oleh anak-anak Sekolah Minggu tadi. Lagu itu juga ditujukan kepada kita semua untuk menjadi terang bagi dunia sehingga banyak orang mendapatkan anugerah pertobatan dan hidup dalam kebenaran Tuhan. Selamat menjadi terang.

Yudi Hendro Astuti | Sobat Media

Foto: Unsplash/Melissa Askew