Namun
Sabda-Mu Abadi | 2 November 2024 | Mrk. 1:43-45
”Segera Ia menyuruh orang itu pergi dengan peringatan keras, ’Ingat, jangan katakan sesuatu kepada siapa pun juga, tetapi pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah untuk penahiranmu persembahan, yang diperintahkan oleh Musa, sebagai bukti bagi mereka.’ Namun, orang itu pergi memberitakan peristiwa itu serta menyebarkannya ke mana-mana, sehingga Yesus tidak dapat lagi terang-terangan masuk ke dalam kota. Ia tinggal di luar di tempat-tempat yang terpencil; tetapi orang terus juga datang kepada-Nya dari segala penjuru.”
Si penderita penyakit kulit yang menajiskan itu percaya bahwa Yesus tak hanya mampu menyembuhkan, namun berkuasa menahirkan. Bisa dimengerti, jika ia, setelah menjadi tahir, tidak pergi kepada imam. Dan saking girangnya, dia malah memberitakan kabar baik yang dialaminya kepada banyak orang. Akibatnya: Yesus tidak dapat lagi terang-terangan masuk ke dalam kota. Sejatinya, dia tidak menaati perintah Yesus.
Mengapa? Bisa jadi dia ingin agar penderita penyakit yang sama dengannya dapat sembuh sebagaimana dirinya. Ia ingin rekan-rekannya sesama penderita menemui Yesus. Ia memang melanggar perintah Yesus. Namun, Yesus agaknya tidak akan menghukumnya jika berjumpa lagi dengannya.
Sesungguhnya, tak mudah bagi manusia menyembunyikan rasa gembira. Orang yang bersukacita biasanya senang bercerita dan mengajak orang turut bergembira bersama dengannya. Itu pulalah yang dialami mantan penderita penyakit kulit yang menajiskan itu. Atau, kelihatannya dia tidak perlu imam lagi. Di matanya Yesus lebih hebat dari para imam. Yesus sudah menahirkannya. Itulah yang terpenting dalam hidupnya.
Mungkin juga mantan penderita penyakit kulit yang menajiskan itu takjub menyaksikan tindakan Yesus yang mengulurkan tangan-Nya, menyentuhnya, dan berkata kepadanya, ”Aku mau, jadilah tahir” (Mrk. 1:41). Orang sehat biasanya menghindarinya. Namun, Yesus tidak menghindar, malah mengulurkan tangan dan menyentuhnya. Dengan begitu Yesus berisiko menjadi najis.
Ya, Yesus tak merasa jijik. Yesus tidak takut menjadi najis. Yesus memedulikannya. Mungkin, alasan ini pula yang membuat dia merasa perlu melanggar perintah Yesus.
Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media
Silakan klik tautan berikut ini untuk mendengarkan versi siniar: