Natal: Kisah Hati Terbuka

Natal adalah kisah hati terbuka. Dan hati terbuka menggerakkan tangan untuk terbuka. Itulah yang terjadi dalam diri Maria, Ibu Yesus. Penulis Lukas mencatat bahwa dia mempertanyakan makna dari salam Malaikat Gabriel. Namun, setelah Malaikat Gabriel menjelaskan mengenai perannya dalam peristiwa penyelamatan Allah, dengan teguh dia menjawab: ”Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.”
Kita perlu hening membiarkan tanya mengalun dalam hati: ”Mengapa Maria sampai pada pemikiran seperti itu?” Pernyataan Maria itu bukan tanpa konsekuensi? Bagaimana sikap Yusuf dengan jalan yang dipilihnya ini? Bagaimana pula dengan sanak keluarganya dan masyarakat sekitarnya?
Tampaknya pilihan yang diambil Maria sedikit banyak berdasar dari salam Malaikat Gabriel. Lukas mencatat: ”Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.” Dalam Perjanjian Baru dalam Bahasa Indonesia Sederhana tertera: ”Allah bersamamu. Ia mau melakukan sesuatu yang sangat baik kepadamu.” Dan yang sesuatu yang sangat baik adalah Maria menjadi Bunda Tuhan.
Sepertinya hati Maria terbuka dengan semua penjelasan Malaikat Gabriel. Dan hati terbuka menggerakkan Maria untuk meminjamkan rahim-Nya, bahkan tubuhnya, menjadi kediaman Sang Juru Selamat.
Natal adalah kisah hati terbuka. Dan hati terbuka menggerakkan tangan untuk terbuka. Itu jugalah yang terjadi dalam diri Yusuf, ayah hukum Yesus. Yusuf memberi ruang dalam hatinya untuk menerima Maria sebagai istrinya. Meski Yusuf seorang yang tulus hati, itu bukanlah pilihan pertamanya. Dia telah berencana menceraikan Maria secara diam-diam. Pilihan menjadi ayah hukum Yesus Orang Nazaret sedikit banyak berdasarkan penjelasan Malaikat Tuhan dalam sebuah mimpi. Hati terbuka membuat Yusuf lebih mampu mendengarkan penjelasan Malaikat Tuhan.
Menarik diperhatikan, keduanya—baik Yusuf maupun Maria—memberi kesempatan bagi diri mereka untuk mendengarkan malaikat Tuhan. Pendengaran yang baik membuat mereka melakukan apa yang baik. Dalam kasus Yusuf, Anak Daud ini akhirnya mengambil Maria sebagai istri. Dan melalui dirinyalah Yesus mempunyai gelar Anak Daud. Tampaknya, sebagaimana Maria, Yusuf pun melihat peranannya dalam peristiwa penyelamatan Allah itu.
Natal adalah kisah hati terbuka. Dan hati terbuka menggerakkan tangan untuk terbuka. Banyak orang mengatakan bahwa Natal adalah tragedi. Juru Selamat itu lahir dan diletakkan dalam palungan. Namun, dalam kisah Natal itu terlihat jelas ada seorang—kita tak pernah tahu namanya—yang hatinya terbuka untuk menyediakan kandangnya sebagai tempat peristirahatan.
Pada saat itulah Juru Selamat lahir dan diletakkan di palungan. Keterbukaan hati dan tangan pemilik kandang menjadi sungguh penting dan bermakna karena itulah yang menjadi alamat bagi gembala Efrata. Keterbukaan tangan pemilik kandang itu sepertinya juga diterima dengan hati terbuka oleh Yusuf dan Maria. Dan kandang itu cukup bagi Sang Juru Selamat. Memang tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan, tetapi kandang itu cukup buat Maria untuk bersalin, dan palungan menjadi tempat tidur Sang Juru Selamat.
Natal adalah kisah hati terbuka. Dan hati terbuka menggerakkan tangan untuk terbuka. Itu pulalah yang terjadi dalam diri para gembala. Hati mereka terbuka mendengarkan kabar baik yang disampaikan malaikat Tuhan. Dan hati terbuka menggerakkan mereka untuk bergegas menyongsong Juru Selamat yang baru lahir itu.
Mereka tidak menunggu esok. Malam itu juga mereka berangkat. Dan kedatangan mereka pastilah menyenangkan hati Yusuf dan Maria. Lukas mencatat: ”Ketika mereka melihat-Nya, mereka memberitahukan apa yang telah dikatakan kepada mereka tentang Anak itu.” Para gembala adalah penginjil pertama. Merekalah pembawa sukacita pertama.
Maria, Yusuf, Pemilik Kandang, Gembala-gembala sejatinya adalah orang-orang yang dikaruniai. Kalau menggunakan ungkapan Perjanjian Baru Bahasa Indonesia Masa Kini mereka adalah ”yang diberkati Tuhan secara istimewa”. Siapa yang bisa menyangkal kenyataan itu? Dan semuanya itu dimulai dari hati Allah yang terbuka. Ya, kisah Natal dimulai dengan hati Allah yang terbuka. Hati terbuka menggerakkan Allah untuk membuka tangan-Nya.
Hati Allah terbuka terhadap pulihnya hubungan Allah dan Manusia. Allah bisa saja mengambil jalan pintas abrakedabra—memaklumkan bahwa penyelamatan Allah telah berlaku atas semua orang. Namun, itu yang tidak dilakukan Allah. Allah sengaja mengambil jalan yang tidak mudah. Dan itu sungguh membutuhkan sikap hati terbuka.
Ya, sungguh membutuhkan hati terbuka untuk melibatkan Yusuf, Maria, Pemilik Kandang, juga para gembala. Dengan kata lain Allah memercayakan kisah-Nya kepada orang-orang sederhana. Kalau kita yang berada dalam posisi Allah, mungkin kita tidak berani memercayakan diri kita kepada orang-orang yang sederhana. Tak heran, bala tentara surga bermadah: ”Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya.”
Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media