Non Scholae Sed Vitae Discimus

Published by Sri Yuliana on

Saya teringat akan sebuah lagu berbahasa Jawa yang sering disenandungkan seorang ibu kepada anaknya yang masih batita. Bunyinya: ”Kodok ngorek, kodok ngorek, ngorek pinggir kali. Bocah pinter, bocah pinter sesuk dadi apa? Bocah pinter-pinter sesuk dadi dokter. Bocah pinter, bocah pinter sesuk numpak apa? Numpak helikopter.” Sebuah lagu pengantar tidur yang sekaligus merupakan doa orang tua untuk anaknya agar sukses secara sosial (menjadi dokter sebagai lambang kesuksesan intelektual dan sosial) dan juga sukses secara finansial (bisa naik helikopter, lambang kekayaan).

Jika kita bandingkan dengan kurikulum pendidikan di Jepang. Hingga kelas 5 (fifth grader), anak didik belum terlalu ditekankan untuk menguasai kemampuan kognitif (matematika, sains, sastra) secara intensif. Hal-hal tersebut baru diajarkan secara intensif pada tingkat SMP. Sebaliknya pada tingkat SD sangat ditekankan pada kemampuan mengurus diri sendiri dan sopan santun/keadaban bermasyarakat. Bagaimana mereka harus hidup berdampingan dengan orang lain dalam sebuah masyarakat. Tata cara hidup bermasyarakat diajarkan dalam bentuk praktik dan bukan sekadar hafalan.

Ini yang berbeda dengan hasil pendidikan di negeri kita. Walaupun etika hidup bermasyarakat diajarkan, namun itu sebatas hafalan dan kemampuan kognitif. Buktinya, siswa justru merasa bangga jika membolos. Siswa yang dihormati oleh kawan-kawannya adalah dia yang berani melanggar aturan, berani menentang guru. Sebaliknya anak-anak yang berprestasi dan sopan justru dianggap sebagai ”anak mami”, yang lemah dan bergantung pada orang tua. Demikianlah fenomena yang terjadi di sekitar kita.

Kita harus berani memutus lingkaran setan ini demi kehidupan masyarakat yang lebih baik, sama seperti kehidupan di negara-negara maju. Kita harus berani melakukan perubahan terhadap pendidikan dasar kepada anak-anak kita dimulai dari keluarga kita. Ajarilah anak-anak kita untuk hidup bersama dengan orang lain di masyarakat, seperti tertulis di Alkitab, ”Sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka” (Luk. 6:31, TB2).

Non scholae sed vitae discimus, demikian kata pepatah Barat yang artinya kurang lebih, ”Tujuan pendidikan adalah agar seseorang mampu hidup mandiri, bukan sekadar mendapatkan kemampuan kognitif belaka.”

Sri Yuliana | Tangan Terbuka Media

Foto: UnsplashNishaan Ahmed