Orang Kaya

Sabda-Mu Abadi | 6 Desember 2023 | Yak. 1:11
”Sebab, matahari terbit dengan panasnya yang terik dan melayukan rumput itu, sehingga gugurlah bunganya dan hilanglah semaraknya. Demikian jugalah halnya dengan orang kaya; di tengah-tengah segala usahanya ia akan lenyap.”
Yang dimaksudkan dengan orang kaya di sini adalah orang yang tidak menggantungkan dirinya kepada Allah saja. Ia lebih memilih menggantungkan dirinya pada kekayaannya. Dan untuk orang macam begini, Yakobus menyatakan, dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini, ”akan hancur pada waktu ia sedang menjalankan usahanya.” Mengapa hancur? Karena Allah tidak memberkati usahanya.
Apakah itu berarti pengikut Kristus dilarang menjadi kaya? Tidak juga. Yang penting adalah apakah si kaya lebih melekatkan hatinya kepada kekayaannya atau kepada Allah? Itu berarti ia juga memahami bahwa kekayaan adalah berkat Allah. Dan memilih untuk melekatkan diri kepada Sang Pemberi ketimbang berkat itu sendiri merupakan hal logis. Sebab, Allah bisa memberi atau mengambil berkat itu kapan saja.
Yang baik juga untuk dikembangkan dalam diri adalah mental ”merasa kaya”. Dalam Kidung Jemaat 302:2 tertera: ”Dengan sukaria kub’ri padaMu dan merasa kaya dalam Tuhanku.” Mental ”merasa kaya” membuat orang suka memberi, baik kepada Allah maupun sesama. Merasa kaya di dalam Tuhan berarti orang tersebut menyadari apa yang dimilikinya adalah pemberian Tuhan semata.
Pada kenyataannya ada orang miskin yang merasa kaya, sehingga rela memberi; namun ada pula orang kaya yang merasa miskin, sehingga enggan memberi. Nah, yang manakah kita?
Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media
Klik tautan di bawah ini untuk mendengarkan versi audio.
Foto: Unsplash/Hunters R.