Perpisahan yang Membawa Sukacita

Published by Yoel M. Indrasmoro on

Mari layangkan mata hati kita pada penutup Injil Lukas: ”Ketika Ia sedang memberkati mereka, Ia berpisah dari mereka dan terangkat ke surga. Mereka sujud menyembah Dia, lalu pulang ke Yerusalem dengan sangat bersukacita. Mereka senantiasa berada di dalam Bait Allah dan memuliakan Allah” (Luk. 24:51-53).

Para murid itu pulang ke Yerusalem dengan sangat bersukacita. Dalam BIMK tertera: ”kemudian kembali ke Yerusalem dengan hati yang gembira sekali”. Hati yang gembira sekali! Jadi bukan sekadar gembira, namun dengan hati yang gembira sekali. Dan pertanyaan yang sungguh layak diajukan adalah ”Mengapa?” Ya, mengapa mereka bersukacita?

Bukan Sekadar Simbol

Kelihatannya memang ada kaitan erat antara rasa sukacita yang luar biasa itu dengan berkat yang mereka terima dari Tuhan. Perhatikan catatan Lukas: ”Ketika Ia sedang memberkati mereka, Ia berpisah dari mereka dan terangkat ke sorga” (Luk. 24:51).

Sekali lagi perhatikanlah: Yesus terangkat ke surga ketika sedang memberkati mereka. Posisi Yesus ketika berpisah dari murid bukanlah berpangku tangan, namun memberkati. Sepertinya ini bukan sekadar simbol. Sebab, Yesus memang Pribadi yang selalu siap memberkati. Berkat sejatinya merupakan modal terbesar para murid.

Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan berkat dengan ”karunia Tuhan yang membawa kebaikan dalam hidup manusia”. Ketika Tuhan memberkati itu berarti Allah siap memberikan yang terbaik dalam hidup kita. Dan itu berarti kita sungguh penting di mata Allah. Kita bukan pribadi sembarangan. Kita penting di mata Allah. dan karena itu, Ia mau memberkati kita. Jika tidak mustahil Allah memberkati kita.

Dan yang memberikan berkat memang bukan pribadi sembarangan. Akan tetapi, Pribadi yang memiliki segala kuasa di surga dan di bumi. Dan karena itulah para murid bersukacita! Sekali lagi karena mereka telah menerima berkat Tuhan.

Penyembahan

Dan yang menarik adalah cara para murid menanggapi berkat itu! Lukas menyatakan bahwa mereka menyembah Dia. Kalau berkat menandakan bahwa para murid penting di mata Yesus sehingga mereka diberkati, maka penyembahan merupakan respons para murid atas berkat yang mereka terima.

Penyembahan merupakan tanda ketundukan sekaligus penyerahan total kepada Tuhan. Penyerahan total itulah yang akan membuat kita merasa bahwa ini memang di bawah kuasa Tuhan saja. Persoalan manusia—yang juga sering membuatnya resah—adalah dia merasa mampu melakukan segala-galanya. Dan akhirnya frustrasi karena kita tidak mungkin membohongi diri sendiri bahwa kita memang lemah dan terbatas. Dan penyembahan membuat mereka bersukacita.

Menarik bahwa ada berkat yang direspons dengan penyembahan. Baik berkat maupun penyembahan sejatinya akan membuat bersukacita karena mereka penting di mata Sang Guru. Yesus pergi meninggalkan dunia ini sebagai pribadi yang sedang memberkati. Sehingga keinginan para murid agar Tuhan memulihkan keadaan Israel tidak relevan lagi.

Mengapa? Apa pun keadaan mereka Allah selalu dalam keadaan siap memberkati. Siap memberkati berarti siap melindungi. Dan itulah yang seharusnya membuat mereka bersukacita. Bersukacita bukan karena semua serbaberes, bukan pula karena semua serbadipulihkan, bukan pula karena apa yang diinginkan terkabul. Namun, karena berkat Tuhan itu! Bersukacita karena percaya bahwa Tuhan akan memberikan yang baik semata!

Kita Milik-Nya

Ini mungkin bukan perkara yang gampang dipahami. Namun, kita telah diperlengkapi dengan Roh Kudus. Dan Roh Kuduslah yang membuat kita memahami! Syair lagu anak ”Yesus Sayang Padaku” ini mungkin bisa membuat kita memahami pokok ini!

  1. Yesus sayang padaku; Alkitab mengajarku. Walau ’kukecil, lemah, aku ini milik-Nya.

Refrein:

Yesus Tuhanku sayang padaku;  itu firman-Nya di dalam Alkitab

  1. Yesus sayang padaku, Ia mati bagiku; dosaku dihapus-Nya, sorga pun terbukalah.
  2. Yesus sayang padaku, waktu sakit badanku; aku ditunggui-Nya dari sorga mulia.
  3. Yesus sayang padaku dan tetap bersamaku; nanti ’ku bersama-Nya tinggal dalam rumah-Nya.

Inilah sumber sukacita kita! Pertama, kita adalah milik-Nya.  Kita ada yang punya! Allah yang punya kita. Dan karena kita milik-Nya, maka Yesus Kristus senantiasa ingin memberikan yang terbaik kepada kita! Dan buktinya adalah Yesus mati bagi kita! Kematian Yesus Orang Nazaretlah yang membuat kita menjadi milik-Nya.

Nah, jika kita adalah milik-Nya—dan percaya bahwa Tuhan akan senantiasa memberikan berkat-Nya—dikabulkan atau tidak dikabulkan keinginan kita bukan hal yang penting lagi. Dan bait ketiga syair lagu tadi cukup menarik kita simak: Yesus sayang padaku, waktu sakit badanku; aku ditunggui-Nya dari sorga mulia. Menarik bahwa sumber kesukacitaan bukanlah sembuh dari sakit, tetapi penyertaan Tuhan. Penyair tidak mengatakan bahwa bukti sayang Tuhan adalah hilangnya penyakit, tetapi Tuhan menyertai dari surga mulia.

Dan yang paling penting adalah bahwa Tuhan bersama kita! Nama-Nya adalah Imanuel—Tuhan menyertai kita! Baik di bumi maupun di surga! Dan pada titik inilah kita sungguh-sungguh bisa memahami bahwa perpisahan dengan Yesus tidak membawa dukacita, tetapi sungguh membawa sukacita. Dan tugas kita sekarang adalah saling menguatkan dan saling memberikan penghiburan! Amin.

Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media

Foto: Istimewa