Pola Pengasuhan

Published by Admin on

Sabda-Mu Abadi | 12 Mei 2023 | Rm. 16:12-16

”Salam kepada Trifena dan Trifosa, yang bekerja membanting tulang dalam pelayanan Tuhan. Salam kepada Persis, yang kukasihi, yang telah bekerja membanting tulang dalam pelayanan Tuhan. Salam kepada Rufus, orang pilihan dalam Tuhan, dan salam kepada ibunya, yang bagiku adalah juga ibu. Salam kepada Asinkritus, Flegon, Hermes, Patrobas, Hermas dan saudara-saudara seiman yang bersama-sama dengan mereka. Salam kepada Filologus, dan Yulia, Nereus dan saudaranya perempuan, dan Olimpas, dan juga kepada semua orang kudus yang bersama mereka. Bersalam-salamanlah kamu dengan ciuman kudus. Salam kepada kamu dari semua jemaat Kristus.”

Sepertinya Trifena dan Trifosa, kedua perempuan ini, adalah anak kembar. Sama seperti Tomas, murid Tuhan Yesus juga adalah anak kembar. Dan kedua perempuan kembar ini bekerja sangat keras dalam pelayanan Tuhan. Kita tidak begitu mengenal mereka berdua, namun dari kenyataan ini boleh kita simpulkan bahwa si kembar pun diterima peranannya dalam jemaat pertama. Bisa jadi semangat kerja keras itu didapatkan dari pola pengasuhan orang tua mereka.

Mengenai Persis, terdapat catatan pada sebuah batu nisan bahwa ia dibebaskan dari perbudakan. Dan karena itu—bisa jadi karena telah dimerdekakan dari perbudakan—ia bisa membaktikan diri sepenuhnya dalam pelayanan Tuhan.

Untuk Rufus, sepertinya ia adalah pribadi yang dikhususkan dalam pelayanan. Paulus memang tidak menceritakan berkenaan dengan pelayanan khusus itu, melainkan mengatakan bahwa ibunda Rufus telah dianggap sebagai ibunda Paulus.

Berkenaan dengan Rufus, penulis Injil Markus mencatat: ”Pada waktu itu lewat seorang yang bernama Simon, orang Kirene, ayah Aleksander dan Rufus, yang baru datang dari luar kota, dan orang itu mereka paksa untuk memikul salib Yesus.”

Ya, ayahanda Rufus adalah Simon orang Kirene. Bisa jadi pengalaman dipaksa memikul salib Yesus itu membekas dalam diri Simon, yang akhirnya membaktikan dirinya untuk rela memikul salib Yesus dalam kehidupan sehari-hari. Dan bisa jadi itulah yang diceritakannya berulang-ulang kepada anggota keluarganya, sehingga akhirnya anaknya menjadi pelayan Tuhan di Roma.

Kenyataan ini memperlihatkan dengan jelas betapa pentingnya menceritakan kisah iman kepada generasi berikut. Pola pengasuhan yang baik tak hanya bertumpu pada kecukupan jasmani, namun juga rohani; tak hanya kecerdasan, tetapi juga iman.

Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media

Klik tautan di bawah ini untuk mendengarkan versi audio:

Foto: Unsplash/Kelli M.