Praduga Iblis

Published by Citra Dewi Siahaan on

Yesus dibawa ke padang gurun oleh Roh. Tujuannya pun sudah jelas untuk dicobai Iblis. Inisiatif ini datang dari Allah sendiri. Agak aneh memang. Allah Bapa dengan sengaja membiarkan Yesus dicobai Iblis.

Setidaknya, menurut Iblis, ada kemungkinan Yesus jatuh ke dalam dosa dan membelakangi Allah Bapa. Itu sebabnya Iblis sangat antusias untuk mencobai Yesus. Dan Bapa mengizinkannya.

Posisi Yesus di dunia bagi Iblis rentan untuk jatuh ke dalam dosa. Mengapa? Sebab Yesus menjadi manusia. Manusia yang dipandang sebelah mata oleh Iblis karena rekam jejaknya pada masa lampau. Manusia begitu mudahnya terlena untuk menuruti hawa nafsunya. Iblis tahu persis kunci untuk menjatuhkan manusia.

Karena itu, Allah mengizinkan Iblis mencobai Yesus semata-mata untuk membuktikan tuduhannya atas Yesus. Bagi Iblis, kemanusiaan Yesus merupakan celah yang dapat digunakan Iblis agar Yesus jatuh ke dalam dosa. Dan Iblis sangat ingin membuktikan bahwa dugaannya itu benar. Sayang seribu sayang, keyakinannya pun pupus.

Di ujung cerita kita tahu, tak sedikit pun Yesus tergiur oleh tawaran Iblis. Tawaran akan roti menjadi yang pertama dilontarkan Iblis. Jelas, karena Yesus sudah berpuasa selama 40 hari, dan Ia mulai lapar. Menawarkan roti adalah langkah jitu Iblis. Namun, jawaban Yesus mungkin membuat Iblis kaget. Sebab, Yesus lebih memilih kelaparan asal tetap dalam kehendak Allah.

Tak sampai di situ. Iblis kemudian melontarkan tawaran kedua. Menarik sekali tawaran kedua ini menyerang kedirian Yesus. Yang mungkin dapat membuat-Nya ragu apakah Ia memang Anak Allah. Menurut Iblis, akan ada keinginan kuat bagi Yesus untuk membuktikannya. Inilah jebakan Iblis. Dugaan kedua pun kembali pupus.

Yesus tak merasa perlu untuk membuktikan kedirian-Nya. Bagaimana dan apa pun yang terjadi pada-Nya, Dia tetap Anak Allah. Bagaimana mengetahuinya? Pertama, Anak Allah pasti percaya 100 %, tanpa ragu-ragu kepada firman Allah. Kedua, Anak Allah pasti menuruti apa yang diperintahkan Allah. Inilah buktinya. Bagi Yesus, tak perlu harus menjatuhkan diri dahulu untuk dapat membuktikan bahwa diri-Nya adalah Anak Allah. Keberadaan diri Yesus sebagai Anak Allah tidak tergantung pada situasi dan keadaan sekitar. Namun, datang dari dalam diri-Nya. Dan itu membutuhkan kepercayaan total kepada Allah.

Pada tawaran ketiga, Iblis mulai putus asa. Bagaimana tidak, dia mulai terang-terangan menyebutkan maksudnya agar Yesus mau sujud dan menyembahnya. Pada tawaran yang ketiga ini pun Iblis tidak secerdik sebelumnya seperti pada tawaran yang pertama dan kedua.

Iblis memperlihatkan kepada Yesus semua kerajaan dunia dengan kemegahannya. Tentu saja ini tidak menarik bagi Yesus. Perut kelaparan saja tidak dipedulikan-Nya asal tidak menghianati Allah. Begitu yakinnya Yesus kepada Allah, sehingga tak merasa perlu membuktikannya.

Sekarang kerajaan dunia dengan segala kemegahannya ditawarkan oleh Iblis kepada Yesus. Bagi Yesus, itu sama sekali tak berarti dan menjengkelkan. Itu sebabnya Yesus langsung menghardik Iblis dan berkata kepadanya: ”Enyahlah, Iblis! Sebab, ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau beribadah!” (Mat. 4:10). Pernyataan ini menunjukkan jati diri Anak Allah.

Semua praduga Iblis bahwa Yesus—yang menjadi manusia—dapat membelakangi Allah, tidak terbukti. Iblis lupa bahwa jati diri Yesus sebagai Anak Allah tidak bisa dan tidak akan pernah bisa hilang sekalipun Ia menjadi manusia. Kenyataan bahwa Yesus Anak Allah tetap melekat dalam diri-Nya. Dan itu semakin nyata ketika malaikat-malaikat datang melayani Yesus.

Nah, bagaimana dengan kita? Status sebagai anak-anak Allah semestinya memanggil kita untuk meneladan Anak Allah.

Citra Dewi Siahaan | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media

Foto: Istimewa

Categories: Tala