Slow Living

Published by Admin on

Belum lama ini seorang influencer China bernama Li Ziqi kembali mengunggah konten di channel YouTube-nya setelah hiatus selama tiga tahun. Ia terkenal sebagai content creator video-video indah bertempo lambat di desa, di Provinsi Sichuan, mulai dari memasak, bertani, hingga beternak sehingga memiliki pengikut hingga 20,7 juta.

Kehidupan di pedesaan yang hijau, indah, kembali ke alam, tak terburu-buru, secukupnya, tampak memesona netizen, yang mungkin banyak tinggal di perkotaan. Istilah populer sekarang adalah “slow living”. Tetapi, apakah slow living hanya bisa dilakukan di pedesaan? Apakah slow living berarti tidak bisa punya karier tinggi dan cita-cita untuk keliling dunia?

Saya jadi ingat doa Musa, sang abdi Allah, dalam Mazmur 90:12, ”Ajarlah kami menghitung hari-hari kami, supaya kami beroleh hati yang bijaksana.” Sejak awal Musa mengetahui bahwa hati yang bijaksana (wisdom) adalah kunci untuk mengisi hari demi hari. Entah hari tersebut dihabiskan di desa, kota, gunung, pantai, sekolah, kantor, rumah, pusat perbelanjaan atau tempat yang dipenuhi orang banyak, tetapi ketika Tuhan memberikan kebijaksanaan, hari-hari yang dilalui pun bermakna.

Kepadatan kegiatan mungkin tidak bisa dihindari, yang perlu dilatih adalah bagaimana mengatur prioritas dan kualitas. Mengalami kejadian yang di luar rencana sangat biasa terjadi, yang bisa diupayakan adalah memberi jeda agar dapat mengambil keputusan jernih. Bertemu dengan orang yang sulit dihadapi mungkin tak terelakkan, tetapi menyediakan waktu untuk mendengar dan memproses semuanya bisa menjadi pilihan. Tentu satu hal yang pasti harus dilakukan setiap hari adalah mendengarkan Firman karena Tuhanlah sumber kebijaksanaan.

Desca Lidya Natalia | Sobat Media

Foto: Unsplash/Guille Alvares