Syafaat

Published by Admin on

Sabda-Mu Abadi | 29 Desember 2024 | Mrk. 8:22

”Setibanya Yesus dan murid-murid-Nya di Betsaida, orang membawa kepada-Nya seorang buta. Mereka memohon kepada-Nya, supaya Ia menyentuh dia.”

Markus tidak merasa perlu menyebutkan jatidiri orang yang membawa si buta kepada Yesus. Tindakan lebih penting ketimbang identitas. The song, not the singer. Tak hanya membawa, mereka juga memohon Yesus menyentuhnya.

Tindakan itu memperlihatkan kualitas iman mereka. Mereka percaya bahwa Yesus akan menyembuhkan. Dan, ini yang penting, mereka tak hanya beriman untuk kepentingan sendiri, tetapi demi kepentingan orang lain juga. Ada perhatian di sini. Sepertinya mereka ingin bahwa melalui iman mereka ada orang yang menjadi lebih sejahtera hidupnya. Iman mereka berbuah dalam tindakan.

Menarik juga disimak, mereka tidak meminta orang buta itu untuk memohon sendiri, tetapi mereka bertindak sebagai perantara. Tak beda dengan doa syafaat yang kita panjatkan.

Saat bersyafaat kita juga sedang berfungsi sebagai jembatan. Kita mengetahui bahwa orang yang kita doakan dapat berbicara langsung kepada Tuhan. Namun, perhatian dan keprihatinan kita membuat kita sendiri merasa perlu memohon kepada Tuhan.

Itu berarti, kalau kita menyebut nama seseorang dalam doa syafaat, baiklah kita juga melayangkaan pikiran dan perasaan kita kepada orang tersebut dan ikut merasakan apa yang dia rasakan. Di sini tidak sekadar simpati—artinya bersama-sama menderita; tetapi lebih dari itu empati—artinya berada dalam penderitaan orang tersebut. Sebagaimana halnya orang-orang yang membawa seorang buta kepada Yesus.

Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media

Silakan klik tautan berikut ini untuk mendengarkan versi siniar:

Foto: Unsplash/