Tuhan Memerlukannya!

Published by Yoel M. Indrasmoro on

Tuhan memerlukannya! Yesus Orang Nazaret—Allah yang menjadi Manusia itu—tak sungkan mengakui bahwa Ia butuh pertolongan keledai muda itu. Yesus tidak menyembunyikannya. Ia berkata dengan gamblang, ”Jika ada orang bertanya kepadamu: Mengapa kamu melepaskannya? jawablah begini: Tuhan memerlukannya.”

Keledai

Yesus sungguh membutuhkan peran keledai muda yang belum pernah ditunggangi orang. Itu selaras dengan maksud kedatangan-Nya ke Yerusalem. Hewan yang akan digunakan untuk maksud suci haruslah hewan yang belum pernah dipakai untuk tujuan apa pun. Keledai muda itu secara tidak langsung diangkat menjadi rekan sekerja Yesus dalam menuntaskan misi-Nya: menjadi Juru Selamat dunia.

Dan keledai adalah lambang perdamaian. Jika seorang raja pergi berperang, ia akan mengendarai kuda. Namun, jika pergi dengan maksud damai, sang raja akan menunggangi keledai. Dan karena itulah Yesus Orang Nazaret memerlukannya karena ia datang bukan untuk perang, tetapi menyerahkan Diri-Nya dalam damai.

Itu berarti menjadi rekan sekerja Yesus dan menjadi simbol perdamaian merupakan tugas yang mesti dijalani keledai muda itu. Tak ada paksa memaksa di sini. Yesus tidak memaksa keledai tersebut untuk tunduk kepada-Nya.

Sebaliknya, sang keledai pun kelihatannya pasrah bongkokan ’menerima tanpa syarat’ kala para murid menghamparkan pakaian mereka di atas punggungnya. Tak ada pemberontakan. Yang ada hanyalah kerelaan terlibat dalam karya Tuhan. Dia bersikap laksana hamba Tuhan: tak menolak kerja dan rindu menyenangkan hati Tuhannya.

Para Murid

Sebenarnya tak hanya keledai yang berperan. Para murid juga memainkan peranannya. Perhatikan catatan Lukas: ”Ketika Ia mendekati Yerusalem, di tempat jalan menurun dari Bukit Zaitun, mulailah semua murid yang mengiringi Dia bergembira dan memuji Allah dengan suara nyaring oleh karena segala mukjizat yang telah mereka lihat. Kata mereka, ’Diberkatilah Dia yang datang sebagai Raja dalam nama Tuhan, damai sejahtera di surga dan kemuliaan di tempat yang mahatinggi!’” (Luk. 19:37-38).

Catatan Lukas ini, mau enggak mau, mengingatkan orang-orang israel yang hadir saat itu akan mazmur 118:26: ”Diberkatilah dia yang datang dalam nama TUHAN!” Sejatinya ini adalah ”Nyanyian Merayakan Kemenangan”.  Ini bukan nyanyian biasa. Sejatinya, para murid sedang menggenapi nubuat yang ada dalam mazmur.

Tak heran, ketika orang Farisi protes dan meminta Yesus mendiamkan para murid-Nya, Yesus langsung berkata, ”Aku berkata kepadamu: Jika mereka diam, maka batu-batu ini akan berteriak” (Luk. 19:40).

Menurut Lukas, seruan para murid yang memuji Allah dengan suara nyaring itu merupakan hal wajar karena mereka semua telah mengalami segala mukjizat. Ini masalah pengalaman. Ini bukan sekadar ikut-ikutan. Mereka sudah menyaksikan dengan mata kepala mereka sendiri bahwa Yesus adalah Raja dalam nama Tuhan. Sebab hanya Raja dalam nama Tuhanlah yang mampu melakukan segala mukjizat itu. Yang tak wajar adalah kalau mereka diam. Pada titik ini sepertinya Tuhan juga memerlukan ”Nyanyian Merayakan Kemenangan.” Ya, Yesus juga memerlukan suara para murid.

Kita

Yesus juga memerlukan kita. Dengan kata lain, kita juga diangkat menjadi rekan kerja-Nya. Bagaimana sikap kita? Jangan sombong! Bangga boleh, sombong jangan, apa lagi angkuh. Perhatikan lagu anak ”Keledai” gubahan Rama Sutanto, S.J.: ”Keledai berjalan bangga di atas pakaian,/namun Tuhan Yesus yang mendapat penghormatan:/Ho-ho-ho, Hosana, hidup Putra Daud!/Ho-ho-ho, Hosana, puji Putra Daud!/Diberkatilah yang datang dalam nama Tuhan!”

Ya, Tuhanlah yang semestinya mendapat penghormatan.

Yoel M. Indrasmoro

Foto: Istimewa