3589

Published by Sri Yuliana on

Pernahkah Anda berada dalam situasi, ”sudah jatuh, tertimpa tangga pula?” Ungkapan itu menjelaskan situasi ketika seseorang tertimpa kemalangan yang berturut-turut, yakni ketika kemalangan yang satu belum pulih sudah datang kemalangan yang lain lagi. Murphy’s Law, kata saudara-saudara kita yang berbahasa Inggris. Dalam Bahasa Indonesia, murphy’s Law kurang lebih dapat dijelaskan sebagai berikut, ”hal yang tidak diinginkan dapat terjadi kapan saja bahkan dalam situasi yang sangat tidak kita inginkan”. Misalnya, seseorang akan pergi kondangan. Ia sudah berdandan rapi, namun ketika waktunya berangkat, hujan turun. Bukan itu saja, ketika ia akan masuk ke mobil dan membuka payung, payung rusak dan ia pun basah kuyup.

Dalam beberapa hal, orang masih bisa menyikapi bahwa situasi, ”sudah jatuh, tertimpa tangga pula,” merupakan hal yang wajar. Namun, dalam kehidupan kita dapat pula terjadi situasi, ”sudah jatuh, digebuki tangga pula”. Apa maksudnya?

Setiap orang tentu pernah mengalami masalah, bukan? Dan tidak jarang kita curhat mengenai masalah tersebut kepada orang-orang terdekat, atau orang-orang yang kita anggap dekat, entah itu teman, sahabat, rekan kerja, kerabat, saudara kandung, dsb. Di antara orang-orang tersebut tentu ada yang merespons, entah sekadar berkomentar, mencoba memberi solusi, diam, tetapi tidak jarang justru menyalahkan kita atas situasi yang dihadapi itu. Sudah mengalami masalah, disalahkan pula, itulah situasi, ”Sudah jatuh, digebuki tangga pula”.

Terhadap situasi ”Sudah jatuh, digebuki tangga pula,” Orang Jawa mempunyai solusi yang unik, yakni ”3589”. Dalam Bahasa Jawa 3=tri 5=lima 8=wolu 9=sanga. Dengan hanya mengambil suku kata terakhir, maka 3589 merupakan sebuah sandi yang dibaca ”trima lunga”, yang artinya kurang lebih, ”tinggalkan saja, lebih baik kita yang pergi”. ”Let it go and move on”.

Ayub, seorang tokoh dalam Alkitab, juga pernah mengalami situasi yang demikian. Ketika Ayub dalam puncak kesakitan dan penderitaan, sahabat-sahabatnya justru menyalahkan dan menyuruhnya introspeksi. Sudah jatuh, digebuki tangga pula. Namun, untuk situasi yang dihadapinya itu, Ayub berkata, “Sesungguhnya, orang bodoh dibunuh oleh sakit hati, dan orang bebal ditewaskan oleh iri hati” (Ayb. 5:2). Tinggalkan mereka yang bersikap toksik kepada kita karena mereka hanya iri dan dengan merendahkan kita sebenarnya hal itu hanya menjelaskan bahwa kita lebih mampu dan lebih baik dari mereka dan mereka tidak mampu mencapai posisi yang sudah kita raih. Oleh karena itu, ”3589” saja.

Sri Yuliana

Tangan Terbuka Media

Foto: Istimewa