Allah adalah Saksiku
Sabda-Mu Abadi | 26 Januari 2023 | Rm. 1:9-12
”Karena Allah, yang kulayani dengan segenap hatiku dalam pemberitaan Injil tentang Anak-Nya, adalah saksiku bahwa dalam doaku aku selalu mengingat kamu: Aku berdoa, semoga dengan kehendak Allah aku akhirnya beroleh kesempatan untuk mengunjungi kamu. Sebab aku ingin sekali melihat kamu untuk berbagi karunia rohani supaya kamu dikuatkan, yaitu, supaya aku ada di antara kamu dan turut terhibur oleh iman kita bersama, baik aku oleh imanmu dan kamu oleh imanku.”
Allah adalah saksiku. Demikian pernyataan Paulus. Apa yang kita rasakan saat membacanya? Heran, kagum, atau….
Apa pun itu, sejatinya kita bisa melihat rasa percaya diri yang tinggi. Paulus menjadikan Allah—Pribadi Yang Mahatahu—sebagai saksi karena memang tidak ada yang disembunyikannya. Dia percaya diri karena itulah yang ada di hatinya.
Senyatanya kita akan memiliki kepercayaan diri kala kita tidak merasa perlu menyembunyikan sesuatu. Kita tidak merasa perlu takut ketahuan. Dan itulah yang akan membuat kita makin menjadi pribadi transparan.
Hal kedua yang menarik disimak adalah Paulus selalu mengingat Jemaat di Roma dalam doanya. Meski belum pernah ke Roma, dan pasti juga belum mengenal warga jemaat di sana, kecuali, tentu saja, kawan-kawannya yang memberitakan Injil di sana; Paulus sungguh-sungguh peduli terhadap jemaat tersebut.
Doa adalah indikator dari kedekatan dan kepedulian kita dengan seseorang. Aneh rasanya merasa dekat dengan seseorang, namun tak pernah mendoakannya.
Dan Paulus mendoakan jemaat Roma. Dia memohon kepada Allah agar boleh mengunjungi Jemaat di Roma dengan mata kepalanya sendiri. Dia tak hanya ingin menguatkan Jemaat di Roma, tetapi juga dikuatkan oleh mereka. Sejatinya inilah persekutuan sejati: saling menguatkan.
Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media
Klik tautan di bawah ini untuk mendengarkan versi audio:
Foto: Unsplash/ Jeja