Anak Muda Pewarta Kabar Baik

Published by Kris Hidayat on

Ketika saya mengajak anak-anak muda untuk ikut terlibat dalam pelatihan media dan menjadi pewarta Kabar Baik, sama halnya dengan mengajak mereka menjadi penulis. Mengajak mereka menjadi pribadi-pribadi yang jujur dengan dirinya sendiri, berinisiatif, mau dan mampu mengolah pesan dari dalam dirinya menjadi pesan yang baik.

Pelatihan bagi anak remaja dan pemuda ini merupakan upaya saya agar tetap hadir di antara anak muda, lalu mencoba mengerti kesukaan dan preferensi lainnya, menjadi sahabat anak muda yang dapat berdiskusi dan bekerja sama. Ibarat membuka ruang-ruang perjumpaan sekaligus pembelajaran bersama. Dengan pilihan ini, alih-alih mengajarkan apa itu Kabar Baik, tetapi bersama menggagas apa dan bagaimana sang pewarta Kabar Baik masa kini.

Berkumpul di sekitar Anak Muda

Saya membayangkan punya cukup waktu untuk mendampingi anak-anak muda zaman sekarang, seketika saya dipenuhi kenangan tentang semangat saya sewaktu muda dengan semua karya dan cita-cita. Apakah saya dapat mengerti sepenuhnya perkembangan yang cepat pada anak muda masa kini, saya pun memilih untuk bisa bersikap jujur bahwa saya perlu belajar dalam kegiatan bersama.

Ini adalah sebuah refleksi saya ketika dalam satu ibadah mengamati sekelompok anak muda yang bertugas sebagai tim multimedia. Mereka bertugas merekam dan mengatur peralatan audio dan video agar dapat berlangsung baik, dapat disiarkan atau didokumentasikan. Melihat kesungguhan mereka, saya tak dapat menahan diri untuk mengusulkan sesuatu.

Saya amati kekompakan tim dalam melayani jemaat, dan tentu mereka juga mendengar dan menghayati pemberitaan firman Tuhan setiap kali bertugas. Pastilah ini menjadi bagian dari pertumbuhan iman mereka. Ketika saya berkenalan dan menanyakan sesuatu yang barangkali tidak pernah terpikirkan oleh mereka, ”Bagaimana kalau teman-teman menjadi reporter yang juga bisa merangkum dan menceritakan ibadah dan kegiatan di gereja ini?”

Semua Bisa Menjadi Pewarta Kabar Baik

Saya membayangkan komunitas pewarta sebagai sebuah tim dalam persahabatan berbagi beban pelayanan. Ada yang mempersiapkan narasi ayat-ayat Alkitab dan lagu, ada yang mengatur kabel-kabel agar terhubung dengan baik dan video terkirim dari kamera ke alat pengontrol di dalam ruangan berdinding kaca di pojok ruang gereja.

Muncul sebuah ide, bila mereka menjadi reporter Ibadah Minggu dan melakukan doorstop dengan pengkhotbah minggu dan menanyakan pertanyaan eksploratif, ”Pak Pendeta, bolehkan saya bertanya untuk rekan-rekan saya? Apa pesan bagi anak muda setelah mendengarkan khotbah hari ini—Saksi Kebangkitan Tuhan?”

Proses kecil, tetapi perlu dukungan besar yang memunculkan kreativitas dan ruang-ruang ramah anak-muda untuk menjadi dirinya sendiri. Ini bekal awal menjadi tim yang kreatif, memperkaya pengalaman pelayanan dengan menjadi pelaku yang aktif menuangkan apa yang dia dengar menjadi tulisan atau podcast rekaman reportase mingguan.

Kini pewarta Kabar Baik bisa menjadi sebuah upaya bersama, ketika mereka tidak saja menjadi petugas multimedia, tetapi menjadi tim media yang mampu bercerita kepada sahabatnya. Mereka bisa melibatkan anggota gerejanya untuk menjadi narasumber tentang apa yang dihayati sepulang Ibadah Minggu.

Di Jakarta saya memiliki teman yang menjadi fotografer gereja, dia bertugas mendokumentasikan Ibadah Minggu. Hasilnya dibagikan melalui website gereja. Saya membayangkan sebuah foto adalah hasil jepretan kamera pada sudut tertentu dari seluruh peristiwa. Sebuah foto dapat dilengkapi dengan narasi yang utuh, lalu menjadi bagian dari pewartaan yang sengaja dikomunikasikan bersama, bisa dengan teks, audio, ataupun video.

Persahabatan Lintas Batas

Pelatihan ”Semua Bisa Menjadi Pewarta Kabar Baik” bukanlah pelatihan untuk menjadi penyiar hebat dan viral, tetapi untuk menjadi tim yang mampu menyampaikan sebuah pesan yang terbaik kepada mitra layannya yang tepat. Lalu dari mana kita bisa belajar menggali dan mengolah pesannya?

Pewartaan Kabar Baik tidak terbangun dari proses komunikasi yang anonim, walau bisa saja hal seperti ini terjadi. Namun, sebagai sebuah proses bersama yang disengaja dan disampaikan dengan jujur, sebuah medium bisa sekaligus diciptakan dalam bahasa anak muda, atau sering disebut dengan teman sebaya. Ketika seorang anak-muda menjadi penyampai dan sekaligus pesan bagi kalangannya, bagi sahabatnya.

Kini juga berkembang istilah intergenerasi yang menempatkan kepedulian lintas usia. Misalnya, upaya mendorong komunitas untuk peduli dan ramah anak. Ini adalah upaya bersama lintas generasi yang mestinya serentak, ada kesengajaan untuk ramah bagi kelompok usia dan kelompok rentan lainnya.

Persahabatan lintas batas yang sengaja diciptakan untuk mendorong kepedulian kaum muda, bisa menjadi salah satu sumber pesan dan akhirnya melahirkan cara baru mengolah pesan itu sendiri. Bagaimana seandainya ketika anak muda di tempat lain mengalami bencana banjir cerita, ini menjadi cerita sahabat yang peduli dan berbuat.

Jejaring Pewarta Kabar Baik

Anak muda dapat menjadi penggerak dalam pewartaan Kabar Baik. Ini adalah sisi lain dari asumsi bahwa anak muda adalah ”pemangsa” tren budaya baru. Ini adalah tantangan yang layak untuk disampaikan dari sekadar kecenderungan ikut arus serbabaru tersebut, yakni ada arus Kabar Baik.

Seperti halnya kepedulian dan persahabatan tidak lahir dengan sendirinya, tetapi terlahir dari pembelajaran yang disengaja dalam komunitas, demikian juga seorang ”penyiar muda” juga perlu digagas dan disampaikan agar menjadi sebuah tantangan bagi anak muda.

Sebuah pelatihan media dan komunikasi di Karawang diawali dengan respons dari seorang remaja SMP yang ingin menjadi penyiar radio. Lalu tawaran ini diwadahi menjadi kegiatan bersama dalam persahabatan lintas batas melalui jejaring internet. Sebuah tantangan untuk peduli dan saling memahami. Dalam pelatihan para peserta diajak untuk saling mendengar dan memahami komunitas lain.

Lalu mengapa kita membangun jejaring pewarta Kabar Baik? Jawabannya adalah di era sekarang barangkali tidak cukup dengan mewartakan ”kabar baru” saja, tetapi perlu kabar baru yang baik, dan kita perlu belajar dari Sumber Sejati dari karunia yang mampu membarui kehidupan kita. Karena, ”Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi, besar kesetiaan-Mu!”(Rat. 3:22-23).

Kris Hidayat | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media

Foto: Remaja GKP Karawang/Dok.Penulis