Buku
Sabda-Mu Abadi | 10 Agustus 2023 | 2Tim. 4:13
”Jika engkau ke mari bawa juga mantel yang kutinggalkan di Troas di rumah Karpus dan juga kitab-kitabku, terutama yang terbuat dari kulit.” Ini bukan pesan sembarang pesan. Pesan yang diharapkan akan dipenuhi Timotius dengan sebaik-baiknya.
Ketika surat ditulis, Paulus tampaknya sudah tak lagi menikmati kebebasan sebagai tahanan rumah. Paulus tak lagi memiliki kebebasan memberitakan Injil. Kelihatannya, dia terbelenggu di penjara bawah tanah yang gelap dan lembab—menurut tradisi, penjara Mamertime di Roma—dengan hanya satu lubang di langit-langit untuk cahaya dan udara.
Dalam keadaan semacam itu, Paulus sungguh berharap kedatangan Timotius sembari membawa mantel dan buku-bukunya. Kebutuhan itu sungguh manusiawi. Menurut John Stott—terkait nas ini dalam Sepanjang Tahun Menelusuri Alkitab—”saat kesepian manusia butuh teman, ketika jasmani kedinginan manusia butuh sandang, dan ketika kejenuhan melanda manusia butuh buku.”
Menarik disimak, Paulus, yang kita kenal sebagai pemberita Injil yang gigih dan pemimpin yang bersemangat itu, ternyata tak bisa lepas dari buku-bukunya. Kenyataan itu memperlihatkan dengan jelas betapa pentingnya buku dalam diri seorang pemimpin. Buku merupakan makanan rohani. Tanpa buku bisa dipastikan mereka akan mengalami kekeringan rohani.
Nilai kepemimpinan seseorang sesungguhnya berbanding lurus dengan buku yang dibacanya. Karena itu, yang juga penting bagi seorang pemimpin ialah mendorong para pengikutnya untuk juga meningkatkan kemampuan kepemimpinan mereka melalui buku. Bagaimanapun, di pundak merekalah tampuk kepemimpinan selanjutnya terletak.
Itu hanya bisa dilakukan dengan menjadi teladan. Ya, seorang pemimpin harus menjadi teladan dalam membaca!
Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media
Klik tautan di bawah ini untuk mendengarkan versi audio.
Foto: Unsplash/Chris L.