Gelang Sahabat Anak Lombok
Anak dan Haknya
Sahabat saya, Ketrin, adalah penggiat anak yang punya hati untuk anak-anak di Pulau Lombok. Kegiatannya sehari-hari adalah mengajar bahasa Inggris untuk anak-anak. Suatu hari dia bercerita, dari anak-anak ajarnya ada yang dinikahkan oleh keluarganya dengan seorang duda. Setelah menikah dan melahirkan, dia diceraikan. Ketrin sedih sekali. Kejadian seperti ini sering terjadi.
Lalu Ketrin beride untuk mengajari anak-anak itu membuat gelang dari tali dengan dukungan temannya. Sebuah gelang sederhana yang kemudian dihargai Rp5000,-. Gelang-gelang ini dijual di cottage. Seorang temannya dari Jawa juga ikut membantu menjualnya. Selain belajar bahasa Inggris, anak-anak kini punya kegiatan lain di rumah pintar yang dikelola Ketrin dan keluarganya.
Setelah pulang sekolah anak-anak, baik perempuan maupun laki-laki, berpamitan kepada orang tuanya untuk belajar dan membuat kerajinan yang bisa mendatangkan uang. Mereka jadi punya tabungan, dan bisa bercerita kepada keluarganya bahwa kegiatan di rumah pintar itu positif. Kesan positif ini yang diharapkan oleh Ketrin, agar anak-anak perempuan tidak serta-merta dinikahkan karena berpikir tidak ada jalan lain.
Ketrin sebelumnya bercerita ada lingkaran kemiskinan yang membuatnya tak bisa diam. Ketika keluarga-keluarga di sekitar tempat tinggalnya tidak ada uang, jangankan menyekolahkan anak-anak perempuan ke sekolah lanjutan, mereka tidak punya pilihan selain menikahkan anak perempuan mereka. Di pikiran anak-anak tersebut juga tertanam pengaruh seolah tidak ada jalan lain. Anak-anak perempuan yang masih dalam usia sekolah sudah dilabeli ”menjadi beban keluarga”.
Ketrin berpendapat bahwa dalam diri anak-anak itu tidak ada motivasi untuk sekolah atau bekerja. Ketika tidak adanya aktivitas yang produktif, mereka lalu terbiasa dengan pergaulan bebas, dan tidak sedikit yang hamil di luar nikah.
Gelang Persahabatan Anak Lombok
Mendengar cerita Ketrin dan melihat kiriman foto-foto anak-anak yang dilayaninya, saya membantu menjual gelang-gelang yang dihasilkan anak-anak itu. Sebuah upaya kecil, namun dengan kepedulian yang sungguh-sungguh. Ketika beberapa teman alumni IPB berkesempatan bertemu, saya berbagi cerita dan kepedulian Ketrin ini agar menjadi perhatian bersama.
Sebuah gelang yang dirajut dalam harapan anak-anak yang mestinya dilindungi hak-haknya untuk mendapatkan pendidikan dan penghidupan yang semestinya. Beberapa dari mereka beruntung karena dibina oleh Ketrin dan komunitas para penggiat anak dan pendidikan di sana, tetapi masih banyak yang tidak mendapatkan dukungan, bahkan untuk bisa melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP atau SMA.
Sebuah gelang yang telah berpindah tangan, kini menjadi awal tanda kepedulian dan persahabatan untuk bisa menggapai harapan memiliki masa kanak-kanak yang bahagia dan masa remaja yang terbuka dengan berbagai mimpi dan keinginan untuk mencapai masa depan yang lebih baik.
Hidayat Kristono | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media