Hagar dan Ismael
Sabda-Mu Abadi | 1 Mei 2024
Kasah Hagar dan Ismael dalam kehidupan Abram memperlihatkan betapa rapuhnya iman manusia (lih. Kej. 16:1-16). Mulanya penulis Kitab Kejadian memperlihatkan betapa hebatnya iman Abram ketika menanggapi panggilan Allah dengan keluar dari kaum keluarganya menuju ke tempat yang tidak dikenalnya (lih. Kej. 12:1-4).) Sayangnya, meski Allah telah menegaskan kembali janji-Nya akan keturunan (lih. Kej. 15); Abram kelihatannya lebih mengedepankan logika ketimbang imannya.
Atas desakan Sarai, Abram mengambil Hagar sebagai istrinya. Sarai berpendapat dengan cara itu mereka akan mendapatkan keturunan sebagai ahli waris yang sah. Pada masa itu anak dari selir akan memanggil permaisuri sebagai ibu, sedangkan kepada ibu kandungnya sendiri dia memanggil bibi.
Pada titik ini, akal budi Abram dan Sarai melihat tindakan itu sebagai jalan keluar untuk mendapatkan anak. Akan tetapi, di mata Allah perbuatan tersebut merupakan bukti ketiadaan iman.
Alhasil baik Sarai maupun Abram sama-sama mendapatkan ganjaran akibat ketidakpercayaan mereka. Sarai menjadi begitu sakit hati karena Hagar memandang rendah dirinya (lih. Kej. 16:4). Sarai yang sakit hati akhirnya malah menindas Hagar.
Bisa jadi penindasan Sarai terhadap Hagar diketahui Abram. Namun, Abram—meski mungkin tak setuju—kelihatannya tak bisa berbuat banyak. Bahkan setelah Ishak lahir, Abram pun— lagi-lagi atas desakan Sarai—akhirnya mengusir Hagar dan Ismael, anak yang juga dikasihinya. Kesalahan memang tidak membuat manusia bebas dari hukuman.
Kisah keluarga Abram ini bisa menjadi teladan buat kita—umat percaya abad XXI—untuk terus berani percaya kepada Allah. Akal budi memang pemberian Allah. Namun, ketika akal budi membuat kita ragu akan Allah—bahkan tak lagi percaya kepada Allah—kita harus menolaknya.
Bukankah dalam Kitab Amsal juga tertera: ”Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan… (Ams. 1:7)? Hormat kepada Allah merupakan dasar dari segala sesuatu dalam hidup manusia, termasuk di dalamnya pengetahuan. Nah, pemahaman macam beginilah yang perlu terus dikumandangkan para orang tua kepada anak-anaknya.
Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media
Klik tautan di bawah ini untuk mendengarkan versi audio: