Kedamaian Komunitas Hati

Published by Admin on

Komunitas hati adalah sebuah komunitas yang tidak mengecualikan siapa pun. Jika dilambangkan dengan salib, bukan lagi salib dengan balok vertikal yang lebih panjang. Namun, salib dengan balok vertikal dan horizontal yang sama panjang, sehingga akan terlihat bahwa salib Yesus membawa segalanya ke dalam satu lingkaran kasih.

Dalam komunitas hati, ada orang-orang yang disebut ”anggota inti”. Mereka ada di pusat hidup komunitas yang terbentuk di sekeliling mereka.  Dari pengalaman Nouwen di L’Arche, anggota inti itu adalah mereka yang dianggap paling lemah. Nouwen merasa mendapat kehormatan karena dipercaya merawat Adam—orang yang dianggap paling cacat dan paling lemah di antara ”anggota inti”.

Adam meninggal pada usia 34 tahun pada Februari 1996. Tak lama setelah Adam meninggal, Nouwen menulis: ”Inilah orang yang melebihi siapa pun yang telah menghubungkan saya dengan diri batiniah saya, komunitas saya, dan Allah saya. Inilah orang yang dipercayakan kepada saya untuk dirawat, tetapi yang membawa saya masuk ke dalam hidupnya dan ke dalam hatinya dengan cara yang teramat dalam. Ya, saya telah merawatnya selama tahun pertama saya di Daybreak dan telah sangat mengasihinya, tetapi ia menjadi anugerah yang tak ternilai bagi saya. Inilah penasihat saya, guru saya, pemandu saya—yang tidak pernah mengatakan satu patah kata pun kepada saya, namun mengajar saya lebih banyak dari buku apa pun, profesor mana pun, atau pembimbing rohani siapa pun. Inilah Adam, sahabat saya, sahabat terkasih saya, orang paling lemah yang pernah saya kenal dan sekaligus paling kuat.”

Setelah merawat  Adam, secara perlahan Nouwen menemukan apa arti hidup dan betapa luar biasanya karunia kehidupan itu. Meski Adam tidak bisa berbicara dengan kata-kata yang bisa dimengerti, dia merasakan bahwa Adam menceritakan betapa kehidupan itu tersembunyi, lemah, dan dalam. Adam tidak pernah mengalami perkembangan hidup yang lebih baik, tetapi ia memberikan pengharapan kepada orang-orang yang pernah berada di dekatnya. Pengharapan itu bisa berbentuk ikatan yang sangat kuat di antara banyak orang yang bersedia pergi ke tempat di mana kehidupan itu lemah dan tersembunyi, kepada mereka yang hidupnya hancur dan miskin.

Adam mengajarkan damai yang tidak berasal dari dunia ini. Damai yang tidak dihasilkan oleh persaingan yang kejam, pemikiran yang keras, dan oleh seorang yang menjadi bintang. Damai Adam bertutur tentang kasih Allah yang pertama yang memanggil dan mengikat manusia untuk hidup bersama, untuk bergabung menjadi komunitas orang lemah. Damai itu mengingatkan bahwa Sang Sabda yang telah menjadi daging dan tinggal di antara manusia.

Damai pemberian Allah melalui orang-orang lemah seperti Adam berakar pada tiga hal. Pertama, berakar pada keberadaan sebagai manusia. Yang dapat diberikan oleh orang-orang seperti Adam adalah sekadar berada bersama orang lain. Satu-satunya yang dia harapkan adalah berada bersamanya. Berada jauh lebih penting daripada bekerja. Kedua, berakar pada hati. Yang menjadikan keberadan manusia bukanlah pikiran, tetapi hati; bukan kemampuan untuk bernalar, tetapi kemampuan untuk mencintai. Ketiga, melahirkan komunitas. Dalam keadaannya yang amat ringkih itu, Adam mengumpulkan semua anggota kemunitas sebagai keluarga.

Damai yang berakar pada tiga hal itu bisa menjadi keyakinan dasar sekolah-sekolah Kristen—khususnya yang sedikit muridnya—untuk bertumbuh dalam cara pandang tentang komunitas.  Pemahaman komunitas, yang tak ubahnya sebagai sebuah kelompok tertutup, beralih pada pemahaman komunitas yang terbuka yang bisa menerima siapa pun tanpa terkecuali.

Perbedaan komunitas dan kelompok hanyalah pada orientasi hasil, bahwa kelompok melihat di luar kelompoknya sebagai musuh. Oleh karena itu, perjuangan kelompok adalah dengan yang di luar dirinya; akan ada yang menang dan ada yang kalah. Kelompok menganggap dirinya benar dan memperjungkan kebenaran itu dan ingin memaksakannya.

Sedangkan perjuangan anggota-anggota komunitas ada di dalam setiap orang dan di dalam komunitas sendiri; melawan semua  kekuatan kesombongan, keangkuhan, kebencian, depresi yang ada di sana; yang melukai dan menghancurkan sesamanya; yang menyebabkan perpecahan dan permusuhan. Dalam komunitas musuhnya ada di dalam, bukan di luar. 

Pada 2023 tema Pekan Pendidikan Kristen yang digumuli sekolah-sekolah Kristen di Jawa Tengah dalam naungan Lembaga Perencanaan Dan Pembinaan Pendidikan Sinode (LP3S) adalah ”Menebar Damai di Tengah Kontestasi”. Tema tersebut diangkat terkait panggilan menebar damai menjelang Pemilu serentak tahun 2024. Sejatinya damai itu bukan hasil pekerjaan tangan manusia atau hasil gerakan di mana seseorang bergabung, melainkan anugerah pemberian Allah yang perlu dimohon dalam doa. Damai dan panggilan membangun komunitas hati tak bisa dipisahkan.

Pengalaman bersama sekolah Kristen, dalam mengasah panggilan menjadi komunitas hati, bisa menjadi kesaksian berharga untuk dibagikan. Bahwa, “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan Aku memberi kepadamu tidak seperti dunia memberi” (Yoh. 14:27).

Tyas Budi Legowo

Foto: Salib Yunani (Istimewa)