Kegentingan (Membaca/Menulis) Buku

Literasi zaman kekinian ada dalam situasi genting, tak lagi sekadar penting. Ketika generasi gamer dan mager (tentu ini penilaian sepihak dan tak setara) mengolah informasi dengan cara melompati budaya-budaya mencerna tulisan, mengkhayalkannya dalam theater of mind, dan mengendapkannya dalam tulisan.
Kecerdasan tekstual yang hilang tidak serta-merta menjadi alasan mengiyakan ungkapan pesimis, ”memang masih ada yang baca buku?”
Saya ingin membuktikan kepada anak muda, bahkan anak-anak ketika menekuni proses membaca, seketika memiliki kesempatan untuk menjadi penulisnya. Ketika saya bersama anak-anak di Lombok dengan segendong buku-buku kosong, mereka tak perlu waktu lama untuk mengisi setiap lembaran kosong dengan narasi dari pengalaman kecilnya.
Saya pun teringat anak saya, pada masa SMP dia aktif menulis kisah-kisah rekaan dengan memasukkan karakter-karakter dari teman-teman di kelasnya. Lembar-lembar cerita ini bersambung, dan hampir setiap kali teman-temannya menunggu kelanjutan ceritanya dan menemukan karakter mereka dalam cerita itu.
Pada saat ada kesempatan anak perempuan saya menjadi penulis, saya tidak memberikan penghargaan yang semestinya dengan membukukan kumpulan cerita rekaannya. Saya berutang padanya. Kini, ketika salah satu putri teman saya menulis buku bersama dengan teman sekolahnya, saya memesannya. Tak hanya memberi apresiasi karena ada anak muda yang menjadi pelaku literasi, tetapi juga bersyukur karena ada penulis buku yang siap dilahirkan dalam sejarah buku.
Mari tak cukup hanya memberikan dan membaca buku tanpa memberi kesempatan kepada para pembaca muda ini menjadi pelaku (penulis) literasi yang sebenarnya akan lahir pada zamannya dan menjadi andal pada waktunya.
Saya juga ingin mengaku dosa karena enggan mengomentari tulisan teman yang berkisah tak penting pada waktu kuliah. Seorang teman memberikan teguran pertobatan, ”Tak ada tulisan yang tak penting, paling enggak dia sudah menuliskannya, lah Mas Kris tidak menulis, ’kan?”
Bukan lagi soal apa dan bagaimana isi tulisannya, tetapi bagaimana kita menghargai proses literasi. Tak sekadar selesai pada bagaimana anak muda zaman now membaca, tetapi menjadi penulis zamannya!
Mari menulis buku, menjadi pelaku literasi!
Kris Hidayat | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media
Foto: Istimewa/Cover Buku Karya Neisha Batuwael