Kekerasan Hati
Sabda-Mu Abadi | 5 Februari 2023 | Rm. 2:5-8
”Tetapi oleh kekerasan hatimu yang tidak mau bertobat, engkau menimbun murka atas dirimu sendiri pada hari murka dan hukuman Allah yang adil akan dinyatakan. Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya, yaitu hidup kekal kepada mereka yang dengan tekun berbuat baik, mencari kemuliaan, kehormatan dan ketidakbinasaan, tetapi murka dan kegeraman kepada mereka yang mencari kepentingan sendiri, yang tidak taat kepada kebenaran, melainkan taat kepada kelaliman.”
Pada bagian ini Paulus berbicara soal kekerasan hati. Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini tertera: ”Tetapi kalian keras kepala dan tidak mau berubah.” Kitab Suci menggunakan kata ”ndableg”.
Mengapa seseorang bisa keras hati, keras kepala, atau dablek? Kemungkinan besar karena dia merasa pendapatnyalah yang benar. Ia menganggap dirinya benar. Merasa lebih dari segala. Lalu mengapa harus berubah?
Perubahan meniscayakan adanya pemahaman bahwa diri harus menjadi pribadi yang lebih baik. Itu berarti perlu kerendahan hati, juga keterbukaan. Terbuka terhadap koreksi orang lain, juga harapan orang lain. Meyakini bahwa di atas langit masih ada langit.
Tak terlalu mudah memang. Dosa membuat kita merasa diri benar, bahkan lebih benar dari Allah. Dosa membuat kita merasa lebih tinggi dari Allah. Dosa membuat kita tidak mau menjadi hamba siapa pun, kecuali keakuan kita. Dan itulah yang membuat orang mengeraskan hati.
Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media
Klik tautan di bawah ini untuk mendengarkan versi audio:
Foto: Unsplash/Martin Meyer