Memurnikan dan Membersihkan

Published by Yoel M. Indrasmoro on

”Siapakah yang dapat tahan akan hari kedatangan-Nya? Siapakah yang dapat tetap berdiri, ketika Ia menampakkan diri? Sebab Ia seperti api pemurni logam dan seperti sabun penatu. Ia akan duduk seperti orang yang memurnikan dan menahirkan perak. Ia mentahirkan orang Lewi, menyucikan mereka seperti emas dan perak, supaya mereka menjadi orang-orang yang mempersembahkan kurban kepada Tuhan dalam kebenaran” (Mal. 3:2-3).

Inilah nubuat Maleakhi tentang kedatangan Mesias. Dalam pemahaman Maleakhi, Mesias digambarkan sebagai api pemurni logam dan sabun penatu.

Api dan Sabun

Mesias digambarkan bagai api dan sabun: yang memurnikan sekaligus membersihkan. Tugas-Nya: memurnikan yang cemar dan membersihkan yang kotor. Karena itulah, Maleakhi berkeyakinan tak banyak orang yang tahan berhadapan dengan Mesias. Kebanyakan manusia cemar dan kotor.

Maleakhi menubuatkan Mesias sebagai api. Bukan api yang menghanguskan, tetapi memurnikan. Dalam industri emas, api berfungsi memisahkan antara kotoran dan emas murni. Dengan api, tukang pandai emas dapat memisahkan emas murni dari logam lainnya. Itulah yang kita maksudkan dengan logam mulia, tanpa dicemari logam lainnya.

Tugas api bukanlah menghancurkan emas. Sekali lagi tidak. Bukan menghancurkan, tetapi memurnikan. Emas sendiri tidak akan musnah dalam nyala api tersebut. Semakin panas nyala api, semakin terlihat mana yang tulen dan mana yang palsu.

Maleakhi juga dengan baik menggambarkan Mesias tersebut sebagai sabun penatu. Menarik disimak: Mengapa sabun yang dipilih? Sabun berfungsi membersihkan pakaian. Tugas sabun tidak membuat pakaian menjadi kusam. Atau malah belang-belang. Sabun bukanlah pemutih yang mampu menghilangkan warna pakaian. Tugas sabun adalah menghilangkan noda.

Pengakuan Diri

Persoalannya: apakah manusia siap dimurnikan dan dibersihkan? Satu-satunya syarat adalah perlunya pengakuan diri bahwa seseorang itu cemar dan kotor. Jika seseorang masih menganggap diri murni dan bersih, dia tidak membutuhkan pemurnian dan pembersihan.

Manusia harus mengakui kenyataan dirinya terlebih dahulu. Manusia harus mengaku, tulus dan tanpa paksaan, apakah dia memang cemar dan kotor. Tanpa pengakuan, dia tidak membutuhkan pemurnian dan pembersihan Mesias.

Tujuan dasar Mesias melakukan itu ialah agar manusia dapat layak mempersembahkan kurban kepada Tuhan. Dengan kata lain, manusia dapat layak berdiri di hadapan Tuhan.

Maleakhi hendak mengingatkan kembali perbedaan hakiki antara Allah dan manusia. Allah itu murni, suci, dan kudus. Oleh karena itu, manusia pun, jika hendak bersekutu dengan Allah yang murni, suci, dan kudus itu, maka dia pun harus mau dimurnikan, disucikan, dan dikuduskan oleh Allah sendiri.

Akan tetapi, jangan pula kita lupa bahwa Allah tidak akan pernah bertindak sebagai tukang sulap yang berteriak abrakadabra, lalu manusia pun menjadi murni, suci, dan kudus. Tidak. Allah sendiri tidak pernah melalui jalan pintas dan mudah.

Allah bisa saja menghapus dosa manusia dalam sekejap. Namun, jalan yang kayak begini tidak pernah dilakukan Allah. Allah tidak pernah memilih jalan pintas yang mudah.

Allah lebih suka terlibat dalam proses. Allah sendiri menjadi manusia dan mati untuk manusia. Semuanya itu dilakukan Allah untuk menyelamatkan manusia. Dan manusia diminta memilih untuk percaya atau tidak akan penyelamatan Allah itu.

Bahkan, bagi orang yang telah percaya pun, tetap diberi kesempatan untuk memilih. Mari kita dengarkan kembali surat Paulus kepada jemaat di Filipi: “Inilah doaku, semoga kasihmu makin melimpah dalam pengetahuan yang benar dan dalam segala macam pengertian, sehingga kamu dapat memilih apa yang baik, supaya kamu suci dan tak bercacat menjelang hari Kristus, penuh dengan buah kebenaran yang dikerjakan oleh Yesus Kristus untuk memuliakan dan memuji Allah.” (Flp. 1:9-11).

Pilihan tetap ada di tangan manusia. Mengapa? Karena Allah menghargai kehendak bebas manusia. Allah tidak bertindak sewenang-wenang. Dia menghargai kebebasan manusia karena itulah tanda bahwa manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah.

Pesan Yohanes Pembaptis

Oleh karena itu, pada Minggu Adven II ini pesan Yohanes Pembaptis menjadi sangat relevan. Anak Zakharia itu menyerukan pertobatan yang sungguh-sungguh. Bertobat berarti berbalik dari cara lama ke cara baru. Dan baptisan menjadi tanda dari kematian kehidupan lama dan hidup dalam kehidupan baru.

Sekali lagi, bertobat berarti berbalik dari cara lama ke cara baru. Dengan kata lain, hidup dalam pertobatan. Dan itu berarti senantiasa mempertanyakan apakah kita telah hidup dalam pertobatan atau tidak. Hidup dalam pertobatan berarti hidup sebagaimana Kristus hidup. Yang menjadi patokannya adalah Kristus sendiri. Jadi, standarnya bukanlah diri kita sendiri, atau manusia kebanyakan, tetapi Kristus.

Sehingga, dalam setiap kesempatan kita perlu bertanya apa yang akan Kristus lakukan seandainya Dia berada dalam situasi dan kondisi kita. Dan jika kita tidak melakukan sebagaimana Kristus lakukan, kita perlu bertobat.

Kekristenan bukanlah apa yang tidak kita lakukan, tetapi apa yang kita lakukan! Kita tidak dipanggil untuk cukup puas dengan tidak melakukan kejahatan, tetapi kita harus berusaha melakukan apa yang baik!

Sekali lagi, kepada setiap orang yang telah menerima baptisan, pertanyaan yang layak digaungkan dalam diri ialah masihkan cara hidup lama itu mencemari kehidupan baru kita? Jika jawabannya masih, maka perlulah kita berdoa: ”Ya Tuhan, murnikan dan bersihkan diri-Ku!”

Yoel M. Indrasmoro

Foto: Istimewa