Menantu Perempuan Memelihara Ibu Mertuanya

Published by Admin on

ruth memelihara naomi

Sabda-Mu Abadi | 19 Januari 2023 | Rut 2

Ana dina ana upa“. Makna harfiah ungkapan Jawa ini adalah ‘ada hari ada nasi’. Makna kiasannya: jika Allah memberi hidup, Dia akan memberikan berkat kehidupan selama manusia mau berusaha. Kelihatannya itu jugalah yang dipercaya Rut. The show must go on ’hidup terus berjalan’. Dan untuk hidup orang butuh makan. Dan Rut tak mau berpangku tangan.

Rut berinisiatif untuk mengumpulkan bulir-bulir jelai yang jatuh di belakang penyabit-penyabit gandum. Kemungkinan besar Rut memahami budaya Israel pada masa itu. Kepada umat Israel, Allah telah berfirman, ”Pada waktu kamu menuai hasil tanahmu, janganlah kausabit ladangmu habis-habis sampai ke tepinya dan janganlah kaupungut apa yang ketinggalan dari penuaianmu, semuanya itu harus kautinggalkan bagi orang miskin dan bagi orang asing; Akulah TUHAN, Allahmu” (Im. 23:22).

Menarik disimak, Rutlah yang mengambil langkah pertama. Dia tidak menunggu sang mertua memberi perintah. Itu pun dilakukannya dengan sukarela.

Tindakannya itu menarik hati Boas, sang pemilik ladang, di mana Rut memungut bulir-bulir gandum yang jatuh dari belakang para penyabit. Bahkan Boas—setelah mendengar kisah Rut yang mau meninggalkan negerinya untuk menemani ibu mertuanya pulang ke Israel—berkata kepada para pekerjanya, ”Dari antara berkas-berkas itu pun ia boleh memungut, janganlah ia diganggu; bahkan haruslah kamu dengan sengaja menarik sedikit-sedikit dari onggokan jelai itu untuk dia dan meninggalkannya, supaya dipungutnya; janganlah berlaku kasar terhadap dia.” Apa yang dilakukan Boas itu melebihi apa yang diperintahkan oleh hukum atau kebiasaan yang berlaku.

Rut pun memungut jelai di ladang Boas dari pagi hingga petang. Dan pada hari itu Rut berhasil mengumpulkan kira-kira seefa (10 kg) gandum. Bukan jumlah yang sedikit. Itulah cara Allah memberi makan ibu mertua dan menantu perempuannya.

Kisah ini memperlihatkan kepada kita bahwa karunia Allah itu cukup. Allah adalah Pribadi yang siap memberi berkat. Berkat itu memang tak langsung jatuh dari langit. Manusia—sebagai rekan kerja Allah—dipanggil bekerja untuk menyambut berkat tersebut. Karena yang hendak disambut adalah berkat Allah sendiri, kita pun dipanggil untuk bersikap tulus dalam bekerja. Ketulusan dalam bekerja bisa melapangkan jalan kita untuk menerima berkat-berkat Allah.

Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media

Klik tautan di bawah ini untuk mendengarkan versi audio:

Foto: Unsplash/Dolgachov