Pahit

Sabda-Mu Abadi | 29 Juni 2024 | Kel. 15:22-27
”Musa memimpin orang Israel berangkat dari Laut Teberau, lalu mereka pergi ke Padang Gurun Syur. Tiga hari lamanya mereka berjalan di padang gurun itu dan tidak mendapat air. Mereka sampai ke Mara, tetapi mereka tidak dapat meminum air yang di Mara, karena pahit rasanya. Itulah sebabnya tempat itu dinamai Mara. Lalu bangsa itu bersungut-sungut kepada Musa, katanya, ’Apakah yang akan kami minum?’” (Kel. 15:22-23).
Demikianlah catatan penulis Kitab Keluaran. Setelah bersyukur karena lepas dari cengkeraman orang Mesir, Musa memimpin umat Israel untuk berjalan ke Padang Guru Syur. Di padang gurun itu mereka tidak mendapati air. Sesampainya di Mara, air ada, namun pahit rasanya, sehingga tidak bisa diminum. Dan karena itu, orang Israel marah kepada Musa.
Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini tertera: ”Maka orang-orang itu mengomel kepada Musa dan bertanya, ’Apa yang akan kita minum?’” Ya, mereka mengomel kepada Musa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ”mengomel” berarti marah dengan banyak mengeluarkan kata-kata. Ya, mereka marah kepada Musa karena mereka menganggap Musalah yang harus bertanggung jawab. Setidaknya, mereka hanya mematuhi perintah Musa untuk berangkat dari Laut Teberau.
Jika dipikir-pikir, tindakan mereka sejatinya salah tempat. Bagaimanapun Musa hanya menjalankan perintah Allah. Dengan begitu, Allahlah yang semestinya diminta pertanggungjawaban dan bukan Musa. Nah, kalau sudah begini, tampaknya mereka enggak berani marah kepada Allah dan karena itu mereka melampiaskan kemarahan itu kepada Musa.
Hebatnya, Musa enggak ikut-ikutan marah. Ia juga tidak membela diri. Itu hanya akan membuat umat tambah marah. Musa mengomunikasikan kemarahan umat Israel kepada Allah. Dan akhirnya melalui perantaraan Musa, air di Mara itu menjadi tawar, sehingga layak dikonsumi.
Selanjutya Allah memberikan ketetapan-Nya: ”Jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan apa yang benar di mata-Nya, dan memasang telingamu kepada perintah-perintah-Nya dan mengikuti segala ketetapan-Nya, maka Aku tidak akan menimpakan kepadamu penyakit apa pun yang telah Kutimpakan kepada orang Mesir. Sebab Akulah TUHAN yang menyembuhkan engkau.”
Ketetapan Allah sederhana, dengan empat kata kerja: mendengarkan, melakukan, memasang, mengikuti. Artinya: mengutamakan Allah lebih dari yang lainnya. Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini tertera: ”Taatilah Aku dengan sungguh-sungguh, dan lakukanlah apa yang Kupandang baik; ikutilah semua perintah-Ku.”
Inilah langkah konkret mengutamakan Allah—taati, lakukan, dan ikuti. Semuanya itu berdasar pada rasa percaya. Tak mungkin kita menaati pribadi yang tidak kita percayai. Dan Allah adalah Pribadi yang layak dipercaya. Pemahaman inilah yang mesti kita tularkan kepada anak dan cucu kita.
Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media
Klik tautan berikut ini untuk mendengarkan versi siniar: