Kesetiaan Allah

Published by Admin on

Sabda-Mu Abadi | 11 Februari 2023 | Rm. 3:3-8

”Jadi bagaimana, jika di antara mereka ada yang tidak setia, dapatkah ketidaksetiaan itu membatalkan kesetiaan Allah? Sekali-kali tidak! Sebaliknya: Allah adalah benar, dan semua manusia pembohong, seperti ada tertulis: ’Supaya Engkau ternyata benar dalam segala firman-Mu, dan menang, jika Engkau dihakimi.’ Tetapi jika ketidakbenaran kita menunjukkan kebenaran Allah, apa yang akan kita katakan? Tidak adilkah Allah—aku berkata sebagai manusia—jika Ia menampakkan murka-Nya?”

Pada bagian ini Paulus menekankan aspek kesetiaan Allah. Allah tetap setia meski manusia berlaku tidak setia terhadap-Nya. Allah tetap mengasihi manusia walau manusia tidak mengasihi-Nya.

Akan tetapi, itu tidak berarti bahwa Allah tidak mungkin mengadili manusia. Keadilan Allah membuat Dia tetap mengadili. Keadilan Allah tidak mungkin tidak menilai manusia. Bagaimanapun Allah memiliki standar. Dan Dia mengadili manusia menurut standar-Nya.

Sehingga, Paulus menentang pendapat yang menganjurkan: ”Marilah kita berbuat jahat, supaya timbul yang baik?” Sebenarnya pendapat ini muncul untuk mengejek Paulus yang menekankan anugerah Allah terhadap orang berdosa. Dan Paulus menegaskan bahwa orang yang berpendapat macam begini pasti akan dihukum.

Kasih dan keadilan Allah memang sering dipertentangkan oleh manusia. Namun, sejatinya, itulah yang tampak pada peristiwa penyaliban Yesus Orang Nazaret. Keadilan Allah tidak membebaskan manusia dari hukuman dosanya, tetapi kasih Allah akan manusia menggerakkan diri-Nya untuk menanggung hukuman dosa itu. Pada salib Yesus terlihatlah baik keadilan maupun kasih Allah.

Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media

Klik tautan di bawah ini untuk mendengarkan versi audio:

Foto: Unsplash/Wwing