Peraturan tentang Hak Budak Ibrani

Sabda-Mu Abadi | 19 Juli 2024 | Kel. 21:1-11
Berkait peraturan mengenai hak budak Ibrani, kita orang percaya abad ke-21 mungkin rada bingung. Kita mungkin bertanya-tanya mengapa Allah masih mengizinkan perbudakan berlangsung di tengah umat pilihan-Nya? Bukankah Israel telah dimerdekakan dari Mesir, lalu mengapa mereka masih diberi kesempatan menerapkan sistem perbudakan?
Namun, jika kita cermati, di Israel pun seorang budak masih memiliki hak. Jika pada bangsa-bangsa lain seorang budak adalah milik mutlak tuannya, di Israel konsep pemilikan itu tidak berlangsung seumur hidup.
Allah bersabda, ”Apabila engkau membeli seorang budak Ibrani, ia harus bekerja selama enam tahun, dan pada tahun yang ketujuh ia boleh keluar sebagai orang merdeka, tanpa membayar apa-apa” (Kel. 21:2).
Jelaslah Allah menginginkan kemerdekaan umat-Nya. Ia tidak ingin ada umat-Nya yang menjadi budak selama-lamanya. Pada dasarnya Allah memang tidak menghendaki perbudakan. Seorang budak harus bekerja selama enam tahun dan harus dibebaskan pada tahun ketujuh tanpa syarat apa pun.
Gamblang terlihat bahwa Allah tidak menghendaki perbudakan berlangsung selama-lamanya. Mengapa harus bekerja selama enam tahun? Sepertinya Allah pun ingin menghargai hak orang yang telah membeli budak tersebut.
Seorang budak tidak juga kehilangan haknya sebagai suami. Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini tertera: ”Andaikata ia masih bujangan pada waktu menjadi budakmu, maka istrinya tak boleh ikut waktu ia keluar. Tetapi andaikata ia sudah kawin pada waktu menjadi budakmu, istrinya boleh ikut bersama dia. Kalau tuannya mengawinkan dia dengan seorang perempuan, lalu ia mendapat anak, maka istri dan anaknya itu adalah milik tuannya, dan tak boleh ikut dengan budak itu pada waktu ia dibebaskan. Tetapi andaikata budak itu menyatakan bahwa ia mencintai istrinya, anak-anaknya, dan tuannya, serta tidak mau dibebaskan, maka tuannya harus membawa dia ke tempat ibadat. Di sana budak itu disuruh berdiri bersandar pada pintu atau tiang pintu tempat ibadat, dan tuannya harus menindik telinga budak itu. Maka ia akan menjadi budaknya untuk seumur hidup” (Kel. 21:3-6).
Jelas di sini, seorang budak masih memiliki hak dan hak tuannya pun diakui. Perintah ini agaknya juga hendak mengatakan, penting bagi seorang pemilik budak untuk mengasihi budaknya. Sehingga, tumbuh rasa sayang di hati budak tersebut terhadap tuannya. Pada titik ini, menjadi budak merupakan tindakan manusia merdeka, dan bukan karena terpaksa. Dan itu hanya dimungkinkan jika sang tuan sungguh mengasihinya tanpa syarat.
Aturan bahwa seorang pemilik budak tidak boleh menjual budaknya kepada bangsa asing sepertinya merupakan tindakan Allah untuk mencegah salah seorang umat-Nya menjadi budak selama-lamanya. Sebab, dalam bangsa tersebut, aturan Allah memang tidak berlaku sama sekali.
Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media
Silakan klik tautan berikut ini untuk mendengarkan versi siniar: