Sekolah Kristen dan Teologi Kelemahan

Published by Admin on

Dalam buku Mencari Makna Kekuasaan, Nouwen menjelaskan pentingnya teologi kelemahan.  Teologi adalah memandang kenyataan dengan mata Allah. Ada banyak hal yang dapat dipandang. Karena itu, ada banyak teologi.

Tuhan melihat nafsu dan kekuasaan yang telah menjerat dan membusukkan roh manusia. Tuhan memandang kita dan menangis karena setiap kali kita menggunakan kekuasaan untuk mempertahankan harga diri—kita memisahakan diri dari Tuhan dan sesama. Hidup kita menjadi satani. Artinya kita menjadi pemecah belah. Apakah tanggapan Tuhan terhadap kekuasaan satani yang menguasai dan menghancurkan umat manusia?  

Tuhan memilih kelemahan. Ia memilih masuk dalam kelemahan dan ketidakberdayaan yang sempurna. Tuhan berbeda dengan orang berkuasa yang tidak menawarkan keakraban. Kita takut, merasa ada jarak, dan mudah iri kepada orang seperti itu. Akan tetapi, Tuhan tidak menghendaki kita takut, mengambil jarak atau merasa iri. Ia menghendaki agar kita dekat, amat dekat dan begitu dekat sehingga kita dapat mengalami damai pada Allah, seperti seorang bayi di pangkuan ibunya.

Oleh sebab itu, Tuhan menjelma menjadi seorang bayi. Tuhan bergantung pada manusia supaya Ia dapat berkembang dan hidup di antara kita dan mewartakan  kabar gembira. Siapa yang takut, merasa jauh, atau iri  dengan seorang bayi? Dengan cara ini ia ingin mengancurkan tembok kekuaaan dalam kelemahan yang sempurna dan mempersatukan kembali umat manusia yang terpecah-belah.

Kisah Tuhan yang menjelma menjadi bayi itu berakhir di kayu salib. Ia tergantung di sana, ditinggal sendirian, berada dalam kelemahan yang sempurna, ketidakberdayaan yang sempurna. Inilah jalan yang dipilih Tuhan untuk menyatakan kasih ilahi kepada kita; untuk mengembalikan kita kepada pelukan kemurahan hati-Nya dan untuk meyakinkan kita bahwa kemarahan telah lebur menjadi belas kasih tanpa batas.

Bukan hanya kelemahan ketika dilahirkan dan ketika  disalibkan, kita juga juga melihat kelemahan  dalam hidup-Nya. Yesus Putra Allah yang lemah, terberkati dalam kelemahan-Nya memberikan potret diri-Nya kepada kita dalam sabda bahagia. Yesus adalah yang miskin, lemah lembut, berdukacita, lapar dan haus akan kebenaran, murah hati, suci hati , membawa damai dan selalu dianiaya oleh dunia yang memusuhi.

Potret diri Yesus itu adalah potret diri Allah yang lemah, yang juga dapat kita lihat manakala kita berjumpa orang-orang di sekitar kita dengan berbagai kelemahannya. Lewat kelemahan mereka kita diundang  untuk memperdalam  persahabatan dalam kasih. Sekaligus kita juga ditantang  untuk meletakkan senjata kita, menawarkan maaf satu sama lain, dan menawarkan damai.

Teologi kelemahan bukan teologi untuk orang-orang yang berkepribadian lemah, melainkan teologi untuk orang-orang yang yakin akan kuasa kasih yang dapat membebaskan mereka dari ketakutan dan membuat mampu mewartakan nilai-nilai Kerajaan Allah. Kelemahan yang dimaksud ialah sikap menggantungkan diri tanpa syarat kepada Allah. Sikap ini membuat kita mampu menjadi alat-alat yang menyalurkan kuasa ilahi yang menyembuhkan  luka-luka kemanusiaan dan memperbarui muka bumi.

Teologi kelemahan yang benar menantang kita untuk memandang kelemahan kita tidak sebagai kelemahan duniawi yang membuat kita dapat dipermainkan oleh orang-orang yang berkuasa. Teologi kelemahan adalah teologi pemberdayaan ilahi. Sejauh kita berani dibaptis ke dalam kelemahan, dan terus bergerak menuju orang-orang miskin yang tidak mempunyai kuasa, kita akan dibenamkan dalam hati Allah yang belas kasih-Nya tanpa batas. Kita akan menjadi orang-orang merdeka untuk masuk kembali ke dalam dunia kita dengan membawa kasih ilahi.

Sekolah-sekolah Kristen, khususnya yang  muridnya sedikit, bisa menjadi komunitas untuk melatih disiplin bertumbuh dalam teologi kelemahan. Disiplin yang pertama ialah selalu memusatkan perhatian pada orang-orang miskin di dunia ini. Kemiskinan dalam segala macam bentuknya, baik fisik, intelektual, emosional tidak semakin hilang. Kita terus-menerus bertanya kepada diri sendiri: ”Di mana ada orang yang menanti dan mengharapkan untuk kita perhatikan?”

Disiplin yang kedua adalah percaya bahwa Allah sungguh-sungguh memperhatikan orang-orang miskin yang diserahkan kepada kita. Kita akan memperoleh dukungan finansial, emosional dan fisik yang kita perlukan pada waktu dan sejauh  kita memerlukannya. Ada banyak orang yang rela membantu dengan uang, waktu, dan kemampuan mereka. Namun, orang-orang itu tdak akan kita jumpai kalau kita tidak berani mengambil prakarsa baru dengan risikonya.

Disiplin yang ketiga yaitu dikejutkan bukan oleh penderitaan, tetapi oleh kegembiraan. Biarlah diri kita dikejutkan oleh kegembiraan sekuntum bunga kecil yang menunjukkan keindahannya di tengah padang yang gersang. Biarlah diri kita dikejutkan oleh kuasa penyembuhan yang dasyat yang terus-menerus menyembul seperti air segar dari kedalaman penderitaan kita.

Tyas Budi Legowo

Foto: Istimewa

Categories: Tala