Sukacita, Sabar, dan Tekun

Published by Admin on

Sabda-Mu Abadi | 10 April 2023 | Rm. 12:12

”Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam penderitaan, dan bertekunlah dalam doa!”

Pengharapan tentulah belum terjadi. Dan waktu penantian kadang membuat kita galau, khawatir, juga takut jika yang kita harapkan tetap tinggal harapan, dan tak menjadi kenyataan. Karena itu, Paulus mengajak warga jemaat di Roma untuk bersukacita.

Ajakan ini sungguh logis. Sebab, pengharapan kita tidak bertumpu pada diri kita sendiri, melainkan hanya pada Allah saja. Dan pengharapan tak mungkin mengecewakan karena Allah sering memberikan lebih dari apa yang kita harapkan.

Daud pernah menulis Mazmur: ”Tetapi, aku, kepada kasih setia-Mu aku percaya, hatiku bersorak-sorak karena penyelamatan-Mu. Aku mau menyanyi untuk TUHAN, karena Ia telah berbuat baik kepadaku” (Mzm. 13:6). Andalan sukacita Daud adalah kasih setia Allah. Dan itulah yang dia rasakan. Kita bisa tetap bersukacita ketika mengenang kembali kebaikan Allah dan meyakini bahwa kebaikan-Nya tak pernah habis.

Berkait kesabaran, kata orang ada batasnya. Namun, Paulus mengingatkan warga jemaat di Roma untuk tetap sabar. Sabar memang terkait waktu. Dan ketidaksabaran dalam menanggung penderitaan sering membuat kita tambah menderita.

Yang terakhir, Paulus mengajak umat untuk tekun berdoa. Ketekunan mensyaratkan kesetiaan. Ketekunan dalam doa sungguh masuk akal karena Allah itu Mahakuasa. Dan sering apa yang Allah beri bukan apa yang kita inginkan, namun, yang pasti, apa yang kita butuhkan.

Sekali lagi, tak ada alasan untuk tidak bersukacita, sabar, dan bertekun.

Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media

Klik tautan di bawah ini untuk mendengarkan versi audio:

Foto: Unsplash/Kolby Milton