Ternak Titipan

Sabda-Mu Abadi | 31 Juli 2024 | Kel. 22:10-13
”Apabila seseorang menitipkan keledai, lembu, domba, atau binatang apa pun kepada sesamanya dan binatang itu mati atau dilukai atau dibawa pergi, tanpa ada orang yang melihatnya, maka di antara kedua orang itu harus diambil sumpah di hadapan TUHAN bahwa ia tidak mengulurkan tangannya mengambil milik sesamanya. Pemiliknya harus menerima sumpah itu, dan tidak perlu ada ganti rugi. Tetapi, jika binatang itu benar-benar dicuri, ia mengganti rugi kepada pemiliknya. Jika binatang itu benar-benar diterkam oleh binatang buas, ia harus membawanya sebagai bukti. Ia tidak perlu mengganti rugi.”
Apa pun yang terjadi pada ternak titipan, pihak yang dititipi harus bertanggung jawab. Sepertinya, yang dimaksudkan di sini adalah sistem gaduh, yakni sistem bagi hasil dalam usaha pertanian atau peternakan (biasanya separuh atau sepertiga dari hasil untuk penggaduh). Yang dititipi tidak boleh lepas tangan.
Menarik diperhatikan, jika ternak itu mati atau dilukai atau lenyap tanpa bekas, yang dititipi harus bersumpah di hadapan Allah bahwa ia tidak bersalah. Itu berarti ia melibatkan Allah untuk menyatakan bahwa ia memang tidak bersalah. Tentu saja ia mesti jujur karena ia melibatkan Sang Mahatahu. Jika tidak jujur, ia akan celaka. Sebab, Allah tak mau dipermainkan.
Jika ternak itu ternyata dicuri, yang dititipi harus memberi ganti rugi karena ia dianggap lalai. Bagaimanapun ternak itu dalam pengawasannya.
Namun, jika ternak itu diterkam oleh binatang buas, yang dititipi tidak perlu mengganti rugi selama ia membawa bukti bahwa ternak itu memang tewas diterkam.
Jelas di sini, Allah menghargai kepemilikan seseorang. Jika Allah begitu menghargainya, manusia pun harus mengikuti-Nya.
Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media
Silakan klik tautan berikut ini untuk mendengarkan Sabda-Mu Abadi versi siniar: