Tugas Besar Penulis: Melayankan Injil Melalui Media
Saya lebih senang menyebut tugas pemberitaan Kabar Baik sebagai tugas besar, sebagaimana sebuah ayat dalam Mazmur 68:12 yang menyebutkan bahwa kedatangan orang yang membawa Kabar Baik itu seperti kekuatan tentara. ”Tuhan menyampaikan sabda; orang-orang yang membawa kabar baik itu merupakan tentara yang besar.”
Tentara yang besar tentu memiliki daya yang besar. Kekuatannya ada pada disiplin, kesatuan komando, kekompakan, dan penanganan masalah secara sistematis. Tentara sebelum bertugas adalah sekelompok orang yang dipilih dan kemudian dilatih dengan sejumlah persiapan fisik, strategi, dan penggemblengan mental.
Orang-orang yang membawa kabar baik itu tentu bukan orang yang peragu akan tindakan dan pemahaman dirinya. Mengenai hal ini, cerita guru Sekolah Minggu, Jeng Sri, yang dikisahkan oleh H.A. Oppusunggu dalam buku Melayankan Injil Melalui Media sangatlah relevan untuk ditilik. Jeng Sri seorang guru Sekolah Minggu hendak mengajarkan tentang kasih dan perdamaian, tetapi seolah terhenyak dan terdiam ketika Hana, keponakannya yang adalah salah seorang dari anak Sekolah Minggu itu, berdiri dan protes dengan kesalnya, ”Ah, tante omong doang! Tante aja dengan mami berantem terus.”
Komunikasi yang gagal ini dalam penjelasan buku itu disebabkan karena adanya perangkap perilaku penyampai pesan yang membuat antipati penerima pesan. Tidak demikian halnya dengan komunikasi melalui media, yang dapat memberi perhatian lebih pada pesannya dan menekan hal-hal yang menimbulkan penolakan pada pemberi pesannya.
Media memiliki nilai guna yang lebih netral, sehingga dapat tercipta keakraban, persahabatan, dan komunikasi yang efektif. Selanjutnya kalimat dari H.A. Oppusunggu berkait peran media (pada masa kini) adalah menyampaikan serangkaian kalimat yang adab dan santun untuk mengomunikasikan informasi sedemikian rupa, sehingga dapat dengan jelas diterima dan dimengerti oleh komunikan.
Ladang Sudah Menguning, Siapkah Gereja?
Menarik untuk dicermati, tulisan pada bab ”Peranan Media Massa Masa Kini” ini dimulai dari cerita Jeng Sri, tetapi dalam sebuah kritik yang berlatar belakang perpecahan gereja besar yang terjadi dalam masa Orde Baru. Jeng Sri dan Hana bertengkar karena imbas perpecahan gereja yang terbelah menjadi dua kubu karena perpecahan kepemimpinan sinode gerejanya.
Media adalah arus lain yang tetap dipercaya oleh H.A. Oppusunggu sebagai kekuatan yang mampu menghadirkan kasih dan kedamaian (lih. Mat. 22:39) di tengah suasana kehidupan berbangsa dan bernegara yang genting dan memprihatinkan. Dan beberapa kali ketika merefleksikan pada kemampuan gereja untuk terlibat dan melakukan sesuatu, H.A. Oppusunggu mengungkapkan sebuah pertanyaan, ”Tetapi sudahkah sinode kita, gereja kita, dan diri kita sendiri siap untuk menuai secara taktis profesional, apalagi secara edukatif-komunikatif? Wallahualam!”
Kondisi kehidupan berbangsa tentu saja menjadi pergumulan kehidupan Kristen menurut H.A. Oppusunggu, dan karenanya menjadi tantangan isian dalam bekerja dan menuai tersebut. Bab ini separuhnya dipenuhi data dan angka kondisi kehidupan berbangsa, ditambah dengan rendahnya jumlah buku yang diterbitkan per tahun dibandingkan dengan negara-negara lain.
Keyakinan H.A. Oppusunggu, media massa—bahkan khususnya buku—adalah tumpuan pengharapan untuk meningkatkan harkat, martabat, dan kesejahteraan bangsa, sekaligus sebagai sarana untuk melayankan Injil. Sebuah keyakinan seorang komunikator Kristen yang menyampaikan bahwa kewajiban misioner Kristen di bidang media, menuntut kita untuk mengkonkretkan kaitan diri kita masing-masing sebagai umat Kristen, begitu juga dengan gereja dan sinode kita.
Media dan Buku yang Berdaya
Tugas besar dan mendesak harus dikerjakan. Kita, gereja dan jemaat, harus bergerak dan melakukan sesuatu—kendati kemelut nasional pelik dan teramat berat. Sebuah keterbebanan yang diajukan dalam bahasan H.A. Oppusunggu, yakni:
- Perlunya terlibat aktif dan berkesinambungan mengupayakan pengadaan media yang sehat dan berkualitas unggul, yang disampaikan kepada masyarakat nasional — tahap demi tahap.
- Memprioritaskan generasi muda sebagai target audiens.
- Menggalang dana untuk pelatihan sumber daya menjadi komunikator yang kreatif dan piawai dalam memasukkan amanat Kristen ke dalam media, dana juga diperlukan agar media menjadi terjangkau.
- Meyakini bahwa media (cetak dan buku) adalah unsur yang menentukan dalam meningkatan harkat dan martabat bangsa, khususnya generasi muda.
- Meyakini bahwa media adalah sarana penginjilan yang paling pas dan taktis dalam situasi Indonesia.
- Mengembangkan kehidupan bergereja yang bergairah dan giat berbuat (viva-vox).
Penulis mengemban tugas besar untuk menyelesaikan langkah-langkah penting dalam proses menulis, yakni penulis yang selesai dengan dirinya; tidak dalam keraguan dan ambigu, dengan demikian dia dapat menghasilkan karya tulis/media yang jelas dan dimengerti oleh komunikannya. Komunikannya bisa jadi sekelompok masyarakat yang menerimanya sebagai Kabar Baik yang mengubah kehidupannya, kehidupan orang lain lagi, dan seterusnya.
Kris Hidayat | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media
Foto: Unsplash/Volcan Oimez