Mendengarkan Yesus

Published by Admin on

Sabda-Mu Abadi | 26 Oktober 2024 | Mrk. 1:23-28

Yesus menjadi sangat berwibawa di hadapan para pendengarnya karena hidup-Nya merupakan perwujudan kata-kata-Nya. Kalimat-kalimat Yesus merupakan rumus verbal dari perbuatan-Nya. Ada keselarasan antara omongan dan tindakan; antara kata dan karya. Itulah integritas.

Dan itu jugalah yang dilakukan Yesus. Sang Guru mempraktikkan ajaran-Nya. Ia tak hanya bicara soal Kerajaan Allah, tetapi langsung mengamalkan nilai-nilainya. Itu tampak dalam peristiwa pengusiran roh jahat. Kerasukan roh jahat bisa diartikan bahwa roh jahat menguasai manusia hingga tidak lagi menjadi dirinya sendiri. Manusia yang dirasuki roh jahat bukanlah manusia merdeka karena bertindak di luar kesadarannya.

Menarik diperhatikan, roh jahat itu memiliki pengetahuan tentang Yesus Orang Nazaret, namun ia sendiri tidak membebaskan manusia. Roh jahat itu malah membelenggu manusia.

Keadaan itulah yang terlihat dalam diri orang yang kerasukan itu. Ia berteriak-teriak mendengarkan pengajaran Yesus. Tentunya bukan orang itulah yang berteriak, namun roh jahat yang merasuki dirinya. Agaknya, roh jahat itu merasa terancam. Dengarkanlah kata-katanya: ”Apa urusan-Mu dengan kami, hai Yesus orang Nazaret? Apakah Engkau datang untuk membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau: Yang Kudus dari Allah” (Mrk. 1:24).

Yesus tak suka dengan situasi macam begini. Atas semua komentar roh jahat itu, Guru dari Nazaret hanya punya satu keputusan: ”Diam! Keluarlah dari Dia!” (Mrk. 1:25). Roh jahat itu pun pergi. Ia mendengarkan perkataan Yesus dan menaati-Nya.

Kalau kita menyebut diri murid Yesus, mendengarkan-Nya bukanlah pilihan, melainkan keniscayaan. Aneh rasanya menyebut diri murid Yesus, namun enggan mendengarkan-Nya! Roh jahat saja mendengarkan, bahkan menaati, Yesus yang bukan gurunya; masak kita kagak?

Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media

Silakan klik tautan berikut ini untuk mendengarkan versi siniar:

Foto: Unsplash/Niklas O.