Hati Nurani
Manusia memang punya kehendak bebas. Dan pendapat kita sering kali juga baik, benar, dan tepat. Namun, apakah kita mau menyesuaikannya dengan kehendak Allah?
Manusia memang punya kehendak bebas. Dan pendapat kita sering kali juga baik, benar, dan tepat. Namun, apakah kita mau menyesuaikannya dengan kehendak Allah?
Nubuat para nabi dalam jemaat, yang diterima Jemaat, menjadi dasar bagi pelayanan Timotius selanjutnya. Ini menjadi penting karena Timotius memang tidak mengangkat dirinya sendiri menjadi pemimpin jemaat.
Paulus merasa perlu menekankan kekekalan Allah. Keberadaan-Nya dari kekal sampai kekal. Dari selama-lamanya sampai selama-lamanya.
Allah justru menangkap Paulus. Bisa jadi Allah membutuhkan seorang yang begitu bersemangat dan siap mati untuk apa yang dipercayainya.
Paulus mengingatkan kita, untuk tidak berhenti berbuat baik kepada orang yang mungkin membenci kita. Sebab, semuanya itu dilakukan karena mereka memang tidak tahu apa yang mereka perbuat.
Hukum apa pun memang mengatur agar orang tidak berbuat jahat. Dan berhenti sampai di situ saja. Orang tidak berbuat jahat karena takut dihukum. orang malah menyiasati aturan agar lolos dari hukuman meski melanggar hukum.
Paulus rindu seluruh warga jemaat mampu mengasihi sesamanya. Itu hanya mungkin terjadi jika hati mereka sendiri murni dan suci. Berkait hati, kita tahu bahwa manusia cenderung berbuat jahat. Karena itu, menjadi penting bagi setiap orang percaya untuk mau dimurnikan dan disucikan oleh Allah sendiri.
Ajaran lain bisa berpotensi menimbulkan perpecahan dalam jemaat.
Sebagai guru, Paulus merasa perlu mewanti-wanti Timotius untuk memperingatkan orang-orang tertentu.
Salah satu bagian yang sepertinya hilang dari buku ini adalah bagaimana visi Kristen itu muncul di dasar kerinduan seorang penulis. Sebuah alasan yang cukup mendalam, seperti Nabi Habakuk yang diperintahkan menjadi saksi dan penulis dari sebuah penglihatan akan masa depan yang Tuhan karuniakan.
Timotius disebut sebagai anakku yang sah dalam iman. ”Anakku yang sejati di dalam Tuhan!” Dengan demikian Paulus menganggap Timotius sebagai ahli waris imannya.