Sikap Laki-laki dalam Ibadah

Sabda-Mu Abadi | 29 Mei 2023 | 1Tim. 2:8
”Karena itu, aku ingin, supaya di mana-mana laki-laki berdoa dengan menadahkan tangan yang suci, tanpa marah dan tanpa perselisihan.”
Berbeda dengan orang Kristen yang biasa melipat tangan, orang Ibrani berdoa dengan cara menadahkan tangan sewaktu berdoa. Menadahkan tangan atau dengan tangan terbuka, menurut Nouwen bisa diartikan seperti berkata kepada Allah, ”Tanganku kosong, Ya Allah, penuhilah!” Dan karena itu tangan yang suci menjadi prasyarat menerima berkat Allah.
Tentu saja, tangan yang suci tak terlalu mudah diwujudkan. Karena kita mengerjakan banyak hal dengan tangan—dan itu bisa berarti baik atau jahat. Namun, semuanya bersumber dari hati. Karena itu, masuk di akal jika dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini tertera: ”Saya mau supaya di mana pun juga kaum pria berdoa dengan hati yang suci, tanpa kemarahan atau perselisihan.”
Berkait doa, hati yang suci merupakan prasyarat utama. Sebab, doa didefinisikan sebagai komunikasi dua hati—hati manusia dan hati Allah. Kalau hati manusia enggak suci pastilah tidak nyambung. Ya, hati yang suci merupakan prasyarat utama doa.
Selanjutnya Paulus bicara tentang doa yang tanpa marah. Kemarahan hanya akan membuat kita tidak mampu berdoa. Karena kita memang sedang marah. Apalagi jika kita sedang marah dengan Allah.
Berkait perselisihan, nasihat Tuhan Yesus lebih radikal: ”jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat bahwa saudaramu sakit hati terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu” (Mat. 5:23-24). Bukan kita yang sakit hati, tetapi jika ada orang yang sakit hati dengan kita, maka yang paling afdal adalah berdamai dahulu dengannya.
Mudahkah? Memang tidak! Mustahil? Pasti juga tidak.
Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media
Klik tautan di bawah ini untuk mendengarkan versi audio:
Foto: Unsplash/Jeremy Y.