Keesaan Allah
Keesaan Allah tidak hanya berarti ada Satu Allah, tetapi bahwa Allah memang tidak dipengaruhi oleh apa pun. Ia berdaulat penuh.
Keesaan Allah tidak hanya berarti ada Satu Allah, tetapi bahwa Allah memang tidak dipengaruhi oleh apa pun. Ia berdaulat penuh.
Persoalan terbesar manusia ialah lebih suka membicarakan diri sendiri—entah kekuatan maupun kelemahan diri. Ujung-ujungnya: jika bukan pemujaan, ya pengasihanan diri. Dan itu tidak terjadi di Pentakosta. Mereka mempercakapkan karya Allah dalam diri Yesus Kristus.
Paulus menasihati Timotius, sebagai pemimpin jemaat, agar berdoa bagi semua orang. Alasannya sederhana karena keselamatan itu memang untuk semua orang.
Manusia memang punya kehendak bebas. Dan pendapat kita sering kali juga baik, benar, dan tepat. Namun, apakah kita mau menyesuaikannya dengan kehendak Allah?
Nubuat para nabi dalam jemaat, yang diterima Jemaat, menjadi dasar bagi pelayanan Timotius selanjutnya. Ini menjadi penting karena Timotius memang tidak mengangkat dirinya sendiri menjadi pemimpin jemaat.
Paulus merasa perlu menekankan kekekalan Allah. Keberadaan-Nya dari kekal sampai kekal. Dari selama-lamanya sampai selama-lamanya.
Allah justru menangkap Paulus. Bisa jadi Allah membutuhkan seorang yang begitu bersemangat dan siap mati untuk apa yang dipercayainya.
Paulus mengingatkan kita, untuk tidak berhenti berbuat baik kepada orang yang mungkin membenci kita. Sebab, semuanya itu dilakukan karena mereka memang tidak tahu apa yang mereka perbuat.
Kita adalah milik Allah. Alasan inilah yang semestinya membuat kita berseru bersama Daud: ”Bernyanyilah bagi Allah, bermazmur bagi nama-Nya, tinggikanlah Dia yang mengendarai awan! Nama-Nya ialah TUHAN; beria-rialah di hadapan-Nya!” (Mzm. 68:5). Ya, beria-rialah di hadapan-Nya!
Hukum apa pun memang mengatur agar orang tidak berbuat jahat. Dan berhenti sampai di situ saja. Orang tidak berbuat jahat karena takut dihukum. orang malah menyiasati aturan agar lolos dari hukuman meski melanggar hukum.