Anugerah dan Damai Sejahtera
Bagi Paulus, bukan sekadar itu. Allah yang berkenan menyelamatkannya, juga mengangkatnya menjadi pekabar Injil. Ini sebuah kepercayaan.
Bagi Paulus, bukan sekadar itu. Allah yang berkenan menyelamatkannya, juga mengangkatnya menjadi pekabar Injil. Ini sebuah kepercayaan.
”Sebab, di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka” (Mat. 18:20). Perkataan Tuhan Yesus sering menjadi sumber penghiburan. Ia tidak pernah meninggalkan umat-Nya. Ia peduli. Enggak perlu bicara soal jumlah di sini. Yang Mahakuasa hadir bahkan dalam persekutuan kecil sekalipun. Bayangkan, cuma dua atau tiga orang berkumpul dalam nama Tuhan, Tuhan hadir.
Paulus menyebut Filemon yang terkasih sebagai teman sekerja kami. Sepertinya setelah menyatakan bahwa Filemon adalah pribadi yang sungguh mendapat tempat di hatinya.
Paulus tabah dalam menjalani hukumannya. Ia tidak memahami diri sebagai korban keadaan atau korban konspirasi orang-orang Yahudi. Tidak. Paulus memahami pemenjaraannya itu sebagai kurban kepada Allah.
Salam itu disampaikan kepada ”mereka yang mengasihi kami di dalam iman”. Itu berarti salam itu memang bukan untuk semua orang. Titus perlu menyeleksinya.
Pekabaran Injil pastilah butuh dana. Dan setiap warga jemaat dipanggil untuk terlibat dalam pekerjaan Allah ini. Pada titik ini penggalangan dana sungguh keniscayaan.
Pelayanan adalah hal utama. Dan karena itu, Paulus merasa penting untuk meminta Titus datang ke Nikopolis untuk menggantikan dirinya dalam melanjutkan penginjilannya di kota itu.
Hendaklah engkau jauhi. Demikianlah nasihat Paulus kepada Titus berkait dengan pengajar sesat. Alasannya sederhana: ajaran sesat menyebabkan perpecahan.
Sabda-Mu Abadi | 3 September 2023 | Tit. 3:9 ”Tetapi, hindarilah persoalan yang dicari-cari dan bodoh, persoalan silsilah, percekcokan dan pertengkaran mengenai hukum Taurat, karena semua itu tidak berguna dan sia-sia belaka.” Berkait hidup berjemaat, melalui Titus, Paulus menasihati warga Read more…
Itulah harga manusia. Harga hidup manusia. Begitu berharganya, sehingga Allah sendiri, yang tak terbatas itu mau menjadi terbatas, menjadi manusia, merasakan kesulitan-kesulitan hidup manusia, bahkan mati menggantikan manusia.