Mengapa Kamu Ketakutan?
”Mengapa kamu ketakutan? Belumkah kamu percaya?” (Mrk. 4:40). Ya, mengapa para murid begitu takut dan tidak percaya?
”Mengapa kamu ketakutan? Belumkah kamu percaya?” (Mrk. 4:40). Ya, mengapa para murid begitu takut dan tidak percaya?
”Sungguh, di hadapan TUHAN berdiri yang diurapi-Nya” (1 Sam. 16:6). Demikianlah komentar Samuel ketika pertama kali melihat Eliab.
”Ia kerasukan Beelzebul” (Mrk. 3:22). Demikianlah tuduhan para ahli Taurat yang datang dari Yerusalem. Mereka menganggap Yesus kerasukan Setan. Bahkan mereka, dengan wewenang yang dimiliki, menyatakan bahwa Yesus sudah tidak waras lagi. Pernyataan-pernyataan itulah yang sampai ke telinga keluarga besar Yesus.
Kisah pemanggilan Samuel dimulai dengan sebuah kenyataan pahit: ”Pada masa itu firman Tuhan jarang, penglihatan pun langka” (1Sam. 3:1). Mengapa pahit? Sebab, tidak ada komunikasi antara Allah dan umat-Nya.
Kalau kita begitu percaya diri memercayai bahwa Allah menjadi menjadi manusia dalam diri Anak-Nya Yesus Kristus—bahkan mati dan bangkit lagi; itu hanya mungkin terjadi karena Roh Kuduslah yang membuat kita percaya! Dan kalau kita percaya, sejatinya itu pun hanya anugerah!
Kaget. Bisa jadi itulah yang dirasakan para murid dan orang-orang yang berada di sekitar TKP (Tempat Kejadian Perkara).
Banyak hal menarik dari doa Tuhan Yesus bagi para murid-Nya yang direkam dalam Yohanes 17:6-19.
”Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit?” (Kis. 1:11). Demikianlah sapaan kedua malaikat kepada para murid yang terpana menyaksikan kenaikan Yesus ke surga.
Demikianlah pernyataan sekaligus amanat Yesus kepada para murid-Nya. Dalam pernyataan itu, jelaslah Allah yang memilih kita.
”Mengertikah Tuan apa yang Tuan baca itu?” (Kis. 8:30). Demikianlah sapaan Filipus kepada seorang asing yang sedang membaca Kitab Yesaya. Orang itu bukan sembarang orang. Ia pejabat istana, pembesar dan kepala perbendaharaan Sri Kandake, ratu negeri Etiopia.