Akhir Hidup Yusuf
Hidup dalam pengampunan sungguh memberkati—baik yang diampuni
maupun yang mengampuni.
Hidup dalam pengampunan sungguh memberkati—baik yang diampuni
maupun yang mengampuni.
Kemerdekaan sejati bukanlah kemerdekaan dari kebutuhan fisik saja, tetapi juga kemerdekaan
dari kesalahan yang pernah diperbuat.
Era sekarang tidak cukup dengan mewartakan ”kabar baru” saja, tetapi perlu kabar baru yang baik, dan kita perlu belajar dari Sumber Sejati dari karunia yang mampu membarui kehidupan kita.
Maksud Allah harus diwujudkan dengan cara Allah. Seandainya Yusuf tergoda untuk bunuh diri setelah dia dijual sebagai budak, atau jika Yusuf
jatuh dalam pelukan istri Potifar, maka mimpi Yusuf takkan pernah menjadi kenyataan.
Situasi sulit tidak membuat Yusuf mengasihani dirinya sendiri.
Mengapa bisa begitu? Kemungkinan besar karena Yusuf sungguh merasa dikasihi Allah.
Mimpi Firaun memperlihatkan kepada kita bahwa Allah adalah pengendali tunggal alam semesta. Dia berkarya dengan cara yang cermat—menjalin kisah satu dengan yang lainnya—untuk mewujudkan kehendak-Nya.
Kisah Yusuf di penjara juga memperlihatkan kepada kita, orang percaya abad XXI, untuk terus memercayakan diri kepada Allah—seburuk apa pun situasi kita—serta melakukan tugas sebaik-baiknya.
Kaget. Bisa jadi itulah yang dirasakan para murid dan orang-orang yang berada di sekitar TKP (Tempat Kejadian Perkara).
Bagi Yusuf, hidup di dalam penjara, selama itu diberkati Allah, lebih baik ketimbang hidup di luar penjara
namun harus berlaku serong. Dan Yusuf berani mengambil risiko.
Manusia dan budaya manusia memang terbatas sifatnya. Namun,
selalu penting dan bermakna bagi setiap orang untuk tetap takut akan Allah dan tidak mengandalkan dirinya sendiri.